Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui aparat hukum masih memburu buronan kasus pembobolan Bank Bali Djoko Tjandra.
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menilai upaya itu mesti melibatkan intelijen Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Pemerintah harus melakukan operasi gabungan dengan melibatkan intelijen Polri dan BIN untuk mencari dan menangkap Djoko Tjandra,” kata Stanislaus kepada Bisnis, Kamis (9/7/2020).
Keberadaan Djoko Tjandra mulai tercium berada di Indonesia beberapa waktu lalu. Namanya kembali terdengar setelah diungkapkan oleh Jaksa Agung ST Burnanudin.
Joker, sebutan khusus untuk Djoko Tjandra, bahkan sempat merekam KTP elektronik di Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu.
Semula perburuan dilakukan oleh Kejaksaan. Namun Stanislaus menilai kemampuan intelijen Kejaksaan Agung masih kurang kuat. Kondisi ini juga diakui Jaksa Agung.
Tanpa kolaborasi dengan intelijen Polri dan BIN, Kejaksaan kata Stanislaus akan kesulitan membekuk Joker.
Operasi itu juga diperlukan untuk mengatasi adanya kelompok yang diduga melindunginya dari pengejaran.
“Operasi gabungan ini juga sangat perlu untuk mengantisipasi jika ternyata Djoko Tjandra dilindungi oleh kelompok atau oknum tertentu yang punya kekuatan,” terang Stanislaus.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD berulang kali meminta aparat menangkap sosok tersebut.
Kemarin, Mahfud mengumpulkan pejabat Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkumham, Kemendagri dan Kantor Staf Presiden di kantornya.
Dalam pertemuan Rabu malam, Mahfud meminta kerja keras seluruh instansi untuk menangkap Djoko Tjandra. Mahfud tak ingin negara dipermainkan oleh pria itu.
“Sebenarnya ketika saya bicara dengan ahlinya, itu perkara sepele bagi Kepolisian maupun Kejaksaan Agung kalau mau menangkap orang yang begitu. Gampang endusnya,” kata Mahfud, Rabu (8/7/2020) malam.