Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri sepatutnya menuntaskan pemberkasan perkara penggelapan sertifikat PT Geria Wijaya Prestige (GWP) dengan segera melakukan penyitaan sertifikat tersebut dan melimpahkan kembali berkas perkara ke Kejaksaan Agung.
Hal itu disampaikan Boyamin Saiman, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), menanggapi berlarut-larutnya penuntasan berkas perkara penggelapan sertifikat PT GWP dengan tersangka Tohir Susanto (mantan Direktur Bank Multicor/Bank Windu Kentjana International) dan Priska M. Cahya, pegawai Bank Danamon.
“Kan sudah ada perintah pengadilan untuk melakukan penyitaan, apalagi yang ditunggu? Kredibilitas Bareskrim dipertaruhkan kalau tidak menjalankan penetapan pengadilan,” kata Boyamin dalam keterangan tertulis seperti dikutip, Jumat (25/6/2020).
Perkara tersebut merupakan tindak lanjut laporan polisi yang dibuat Edy Nusantara selaku kuasa Fireworks Ventures Limited dalam perkara No. : LP/948/IX/2016/Bareskrim, tanggal 21 September 2016, sehubungan dugaan tindak pidana penggelapan tiga sertifikat hak guna bangunan (SHGB) Nomor : 204/205 dan 207 atas nama PT Geria Wijaya Prestige berikut sertifikat hak tanggungan (SHT) Nomor : 286/1996 (Peringkat Pertama) dan SHT Nomor : 962/1996 (Peringkat Kedua), keduanya terdaftar atas nama bank sindikasi yang dibebani di atas tiga bidang tanah tersebut, sebagaimana dimaksud berdasarkan Pasal 372 KUHP.
Dalam perkembangan penanganan perkara tersebut, penyidik Dit Tipidum Bareskrim menetapkan terlapor, yaitu Priska M. Cahya dan Tohir Susanto sebagai tersangka. Penyidik lalu mengirimkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung, dan setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kejagung mengembalikan berkas perkara tersebut (P-19) untuk dilengkapi dengan memberi petunjuk, di antaranya adalah agar penyidik memeriksa saksi-saksi lainnya termasuk dari BPPN serta melakukan penyitaan terhadap sertifikat-sertifikat tersebut.
BERUBAH NAMA
Pada 15 Maret 2018, penyidik melakukan penggeledahan di kantor PT Bank Windu Kentjana International, yang telah berubah nama menjadi PT. Bank China Construction Bank Indonesia, Tbk., beralamat di Equity Tower Building Lantai 9, Sudirman Central Business District (SCBD) Lot. 9, Jl. Jend. Sudirman, Jakarta Selatan.
Pelaksanaan penggeledahan dilakukan berdasarkan penetapan penggeledahan yang diterbitkan oleh PN Jakarta Selatan Nomor : 06/Pen.Gled/2018/PN.Jkt.Sel, tanggal 5 Maret 2018.
Dalam penggeledahan itu, manajemen Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI) telah memperlihatkan tentang keberadaan keseluruhan sertifikat tersebut dalam penguasaannya kepada penyidik Dit Tipidum Bareskrim Polri.
Untuk memenuhi petunjuk Kejagung, maka guna pelaksanaan penyitaan sertifikat tersebut, PN Jaksel menerbitkan Penetapan Sita Nomor : 06/Pen.Sit/2018/PN.Jkt.Sel, tanggal 29 Maret 2018.
Namun pemenuhan petunjuk Kejagung untuk melakukan penyitaan atas keseluruhan sertifikat dari penguasaan Bank CCBI itu hingga kini belum dilaksanakan penyidik Dit Tipidum Bareskrim Polri.
Berman Sitompul, kuasa hukum Edy Nusantara, sebelumnya juga mengatakan agar penanganan perkara tersebut tidak berlarut-larut serta guna memberikan kepastian hukum bagi semua pihak terkait, seharusnya penyitaan terhadap keseluruhan sertifikat PT GWP dapat segera dilakukan dan selanjutnya perkara itu dilimpahkan ke Kejagung.
JAWABAN ALFORT CAPITAL
Sementara itu, dihubungi terpisah, kuasa hukum Alfort Capital Limited, Sendi Sanjaya mempertanyakan statement Boyamin tersebut, apakah sebagai lawyer GWP atau murni MAKI.
"Setahu saya, dulu Boyamin itu lawyer GWP. Jadi wajar dia mengeluarkan statement yang mendukung GWP. Saya sih mempertanyakan statement beliau ini dalam koridor apa, bertindak sebagai kuasa hukumkah atau hanya Ketua MAKI. Lalu apakah MAKI juga mengurusi perkara perkara khusus seperti ini juga?" ujarnya, Jumat (26/6/2020).
Kedua, lanjut Sendi, pihaknya menegaskan bahwa apabila kembali kepada pokok masalah, jika Boyamin meminta untuk segera melakukan penyitaan, dipersilahkan hal itu dipertanyakan kembali kepada sisi penyidik, karena bagaimana pun kan penyidik yang paling mempunyai wewenang untuk menindaklanjuti petunjuk dari Kejagung.
Tapi yang jelas, lanjut dia, berdasarkan fakta hukum yang ada, apalagi dirinya sebagai advokat Alfort Capital Limited, merasa keberatan dengan statement beliau.
"Karena jelas faktanya bahwa pelapor ini bukan kreditur tunggal. Kok bisa kasus penggelapan sertifikat dibilang merugikan firework, tapi tidak merugikan kami. Sementara kami juga kreditur yang sah, jadi ini lucu aja, karena hanya satu kreditur saja, dari 5 kreditur yang menyatakan itu penggelapan sertifikat," ujarnya.
Sendi meyakini bahwa kenapa penyidik agak lama memproses perkara pelaporan penggelapan sertifikat tersebut, lantaran dimungkinkan penyidik menunggu informasi informasi baru dari kreditur kreditur lain, yang jelas sudah sah, dan salah satunya adalah Alfort Capital Limited.
"Jadi ada dua kreditur lain yang sudah berperkara secara perdata, punya putusan inkrah, berkekuatan hukum tetap yang dinyatakan bahwa kami itu adalah kreditur yang sah atas hutangnya GWP. Tapi ini kok bisa firework masih mengklaim bahwa dirinya sebagai kreditur tunggal. Legal standingnya saja sudah patut dipertanyakan. Si pelapor ini, mewakili kerugian yang mana, mewakili keseluruhan kreditur kah, atau mewakili dirinya saja," terangnya.
Pasalnya, kalau pidana, setahu Sendi lantaran asalnya adalah kredit sindikasi, maka tidak bisa satu pihak bertindak sendiri, karena jaminan sertifikat itu diberikan kepada semua kreditur, bukan hanya kepada satu kreditur saja.
"Makanya kami mendukung kepada Bareskrim untuk segera menggelar perkara dan berharap hasilnya adalah penghentian perkara, demi kepastian hukum itu sendiri," tegasnya.