Bisnis.com, JAKARTA – Qantas Airways Ltd. mencari pendanaan hingga A$1,9 miliar (US$1,3 miliar) dan melakukan PHK kepada 6.000 lebih tenaga kerja menyusul tekanan akibat pandemi virus corona.
Maskapai penerbangan asal Australia ini mengatakan pada Kamis (25/6/2020) bahwa 15.000 tenaga kerja akan tetap dirumahkan, terutama yang terkait dengan perjalanan internasional. Seluruh armada maskapai yang terdiri dari 12 superjumbo Airbus A380, yang pernah melayani rute jarak jauh yang sibuk ke Eropa dan AS, sekarang terpaksa masuk hanggar selama setidaknya tiga tahun ke depan.
Perombakan besar-besaran dengan pengurangan tenaga kerja hingga 20 persen ini menggambarkan tekanan hebat virus corona bahkan pada salah satu maskapai penerbangan terkuat di dunia.
Pada bulan Mei, Qantas mengatakan mereka memiliki modal tunai untuk bertahan hingga Desember 2021. Tetapi dengan laju infeksi global yang semakin cepat, maskapai penerbangan di seluruh dunia sekarang diperkirakan akan mengalami kerugian hingga US$84 miliar pada tahun 2020 dan butuh waktu bertahun-tahun untuk pulih.
"Kami belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, tidak ada yang pernah. Roda nasib berputar dengan sangat cepat dan ini bukan kesalahan siapa pun. Ini sangat sulit diterima," kata Chief Executive Officer Qantas Alan Joyce, seperti dikutip Bloomberg.
Perubahan proyeksi di Qantas ini sejalan dengan maskapai lain yang ada. Perusahaan ini mampu bangkit berkat program tiga tahun Joyce sebelumnya pada tahun 2017 dengan mencatat margin laba paling gemuk dalam bisnis setelah merumahkan 5.000 tenaga kerja. Qantas menghasilkan begitu banyak laba sehingga mampu mengembalikan lebih dari A$3 miliar kepada pemegang saham.
Baca Juga
Baru-baru ini, Joyce berada pada tahap akhir dari rencana ambisius untuk meluncurkan layanan yang menghubungkan Sydney dengan London dan New York pada tahun 2023. Rute ini akan menjadi rute komersial langsung terpanjang di dunia.
Pengurangan tenaga kerja yang diusulkan mencakup sekitar 1.500 orang di lapangan termasuk staf bagasi, dan sedikitnya 1.050 awak kabin. Setidaknya 220 pilot akan kehilangan pekerjaan mereka.
“Pengumuman itu adalah berita yang sangat sulit bagi pilot kami dan keluarga mereka," kata presiden Asutralian and International Pilots Association yang mewakili sekitar 2.500 pilot Qantas.