Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Terkait Kasus Jiwasraya, Nasabah WanaArtha Life Minta Hakim Kabulkan Tuntutan Praperadilan

Nasabah WanaArtha Life meminta hakim mengabulkan tuntutan praperadilan karena mereka nilai tidak terkait dengan kasus Jiwasraya.
Karangan bunga dari Nasabah WanaArtha Life yang meminta hakim mengabulkan tuntutan praperadilan karena WanaArtha Life dinilai tidak terkait dengan kasus Jiwasraya./Istimewa
Karangan bunga dari Nasabah WanaArtha Life yang meminta hakim mengabulkan tuntutan praperadilan karena WanaArtha Life dinilai tidak terkait dengan kasus Jiwasraya./Istimewa
Bisnis.com, JAKARTA - Nasabah WanaArtha Life meminta hakim mengabulkan tuntutan praperadilan karena mereka nilai tidak terkait dengan kasus Jiwasraya.
"Investasi, uang simpanan, atau hasil tabungan selama puluhan tahun bekerja untuk masa depan keluarga, masa pensiun, dan pendidikan anak bakal menguap begitu saja tanpa kejelasan. Saya pensiun dini di usia 49 tahun, pernah bekerja lagi sebentar tetapi sekarang benar-benar belum ada pekerjaan lagi. Beberapa kali wawancara, tetapi tidak berlanjut. Bagaimana sekarang dengan uang pensiunan hasil tabungan saya selama dua dekade? Seharusnya saya bisa hidup tenang sekarang," keluh Parulian S, Ketua Umum Forum Nasabah WanaArtha Life (Forsawa), dalam keterangan pers, Sabtu (13/6/2020). 
Kisah lain dialami oleh Ade Nurul, seorang artis dan influencer. "Saya sangat menderita karena masalah pemblokiran rekening efek WanaArtha Life ini karena dana itu akan saya gunakan untuk kelangsungan hidup saya. Sekarang saya mengalami kekurangan dana untuk hidup sehari-hari."
Hal yang menyedihkan juga belum lama ini terjadi pada nasabah lain, Rismawaty Sakirman (59 tahun) yang mengalami stres berat karena suaminya mengalami sakit stroke syaraf otak sehingga harus masuk ICU dan akhirnya baru-baru ini meninggal dunia. 
Perjuangan nasabah WanaArtha Life untuk mendapatkan keadilan terancam kandas akibat pelanggaran prosedur dan kesewenang-wenangan oleh aparat penegak hukum. Pasalnya, gugatan praperadilan yang diajukan oleh WanaArtha Life terkait pemblokiran dan penyitaan rekening efek milik WanaArtha Life oleh Kejaksaan Agung dan atas  persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru disidangkan pada 8 Juni 2020.
Itu pun tertunda karena Kejaksaan Agung sebagai pihak termohon tidak hadir dan tanpa keterangan apapun. Ada indikasi skenario yang memang sengaja dipersiapkan agar sidang praperadilan tersebut gugur atau gagal. 
"Pendaftaran tanggal 17 April 2020, seharusnya sesuai SOP dalam 14 hari sudah ada gelar perkara. Namun, kesalahan PN Jakarta Selatan adalah menunda sampai tanggal 8 Juni 2020, di mana memakan waktu 2 bulan. Apakah ini bentuk kesengajaan dari PN Jakarta Selatan?" tanya advokat Erick S. Paat, dalam rilisnya yang dikirim ke pers, Jumat (12/6/2020).
Padahal, ungkap Parulian S, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta baru ditandatangani pada 14 Mei 2020 oleh Gubernur DKI yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Berpergian Keluar dan atau Masuk Provinsi DKI Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease.
"Kami melihat ada itikad tidak baik termohon, dalam hal ini Kejaksaan Agung untuk mengulur waktu dan menyamakan waktu sesudah digelarnya sidang perdana Pengadilan Tipikor di PN Jakarta Pusat atas kasus PT Jiwasraya (Persero) pada 3 Juni 2020 supaya perkara praperadilan gugur. Semestinya tetap berlangsung dan tidak gugur, sebab WanaArtha Life dalam sidang Jiwasraya bukan pokok perkara," tegasnya.      
Menurut Erick, praperadilan WanaArtha Life versus Kejaksaan Agung harus diterima Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Sebab, perkara Jiwasraya bukan merupakan materi pokok perkara. Yang perlu dicatat, tidak ada satupun pengurus WanaArtha Life yang menjadi tersangka dalam sidang Jiwasraya.
"Praoeradilan WanaArtha Life versus Kejaksaan Agung harusnya menjadi satu-satunya sidang perkara singkat yang menjunjung tinggi hak-hak orang dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Prapperadilan buat WanaArtha Life dan nasabah WanaArtha Life adalah sarana terbaik untuk membuktikan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia di dalam proses pemblokiran dan penyitaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung," ujarnya.
Erick mengingatkan, uang simpanan nasabah dalam bentuk polis asuransi yang disita Kejaksaan Agung bukan hasil kejahatan dan korupsi.
"Yang disita Kejaksaan Agung itu uang nasabah WanaArtha Life yang dibayar sebagai premi dan ditukar dengan sebuah polis bernilai tetap sesuai janji dalam polis antara nasabah dan WanaArtha Life, tidak ada tindak korupsi di sana," tegasnya.
Erick berkata, jika si A melakukan tindak pidana dan penyidik melakukan penyitaan barang, sedangkan barang yang disita adalah bukan milik si A melainkan milik si B dan tidak ada hubungan dengan kejahatan si A, maka seharusnya barang milik si B tidak disita oleh pihak berwenang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Herdiyan
Editor : Herdiyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper