Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump, Biden, dan Floyd Jelang Pilpres AS 2020

Karena itulah kalau mereka tidak hadir di kotak suara maka Trump akan diuntungkan.
Petugas berada di dekat api saat aksi protes atas kematian George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat, Senin (1/6/2020). Bloomberg/Getty Images/Stephen Maturen
Petugas berada di dekat api saat aksi protes atas kematian George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat, Senin (1/6/2020). Bloomberg/Getty Images/Stephen Maturen

Menekan pemilih

Pada saat Trump mengalami kemunduran, lawannya terlihat sangat bagus. Selama tiga bulan yang sulit ini, Joe Biden hanya memiliki kesempatan terbatas untuk membuat berita halaman depan. Akan tetapi sikapnya tenang dan percaya diri membuat hasil jajak pendapat berpihak kepadanya.

Karena itulah, agar Donald Trump menang, dia perlu memastikan sesedikit mungkin orang memilih Joe Biden. Dia harus menghentikan kenaikan popularitas Biden dalam jajak pendapat.

Ada dua cara yang harus dilakukan menurut pemerhati politik Thurgood Marshall yang pernah menjadi Wakil Penasihat Umum di Departemen Transportasi dan Sekretaris Kabinet Gedung Putih semasa Presiden Bill Clinton.

Pertama, serang Joe Biden dengan cara yang lebih keras sehingga pemilih yang ragu-ragu atau mereka yang cenderung memilih Biden tidak memberikan suara sama sekali. Trump punya amunisi berupa transaksi bisnis putra Biden, Hunter Biden selain persepsi Biden yang bersikap lunak terhadap China, ujar Marshall.

Kedua, mempersulit orang-orang yang ingin memilih Biden untuk benar-benar melakukannya. Alasannya pertempuran akan berlangsung secara real-time melalui pemungutan suara.

Marshall mengatakan karakter pemilih muda keturunan Afrika yang sering datang ke kotak suara dan menentukan pilihannya pada menit-menit terakhir bisa kehilangan hak suaranya kalau terlambat mendapatkan kertas suara. Mereka cenderung mendukung Biden dan politisi Partai Demokrat.

Karena itulah kalau mereka tidak hadir di kotak suara maka Trump akan diuntungkan.

Pada tahun 1968, pemilihan terakhir di mana terjadi kerusuhan sipil yang hebat, Partai Republik merebut Gedung Putih. Akan tetapi pada tahun ini, tidak mudah bagi kandidat Partai Republik yang tidak lain adalah sang petahan Donald Trump untuk  mengulang sukses yang sama. Dinamikanya sudah  berubah.

Ada kondisi ekonomi yang merosot selain wabah Covid-19 yang masih mengadang di samping sentimen rasial kasus Floyd yang menjadi catatan tersendiri bagi publik AS untuk menentukan pilihannya pada Pilpres 3 November 2020.

Halaman Sebelumnya
China jadi kambing hitam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper