Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PDB Jepang Masih Terkontraksi di Kuartal I/2020

Produk domestik bruto (PDB) Jepang diperkirakan masih mengalami kontraksi hingga 2,2 persen, dibandingkan dengan kuartal IV/2019. Perkiraan ini lebih baik dari proyeksi awal sebesar minus 3,4 persen.
PM Jepang Shinzo Abe/Reuters
PM Jepang Shinzo Abe/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonomi Jepang mengalami kontraksi di atas proyeksi awal pada kuartal I/2020, didorong oleh investasi modal yang lebih kuat bahkan ketika pandemi virus Corona mendorong negara itu ke dalam resesi.

Dilansir Bloomberg, data revisi Kantor Kabinet pada hari Senin menunjukkan produk domestik bruto (PDB) terkontraksi 2,2 persen dibandingkan dengan kuartal IV/2019, lebih baik dari perkiraan awal sebesar minus 3,4 persen.

Sementara itu, rata-rata ekonom yang disurvei Bloomberg memperkirakan revisi PDB Jepang mencapai minus 2,1 persen.

Angka ini berarti ekonomi Jepang telah menyusut selama dua kuartal berturut-turut. Bahkan, ekonom memperkirakan kuartal II/2020 akan mengalami penurunan yang lebih dalam. Jepang telah merevisi data PDB awal untuk memasukkan data investasi dari survei bisnis yang diterbitkan setelah rilis data PDB awal.

Kementerian Keuangan mengatakan tingkat respons yang rendah di tengah pandemi itu mungkin telah mengubah data revisi, setelah survei menunjukkan kenaikan tak terduga dalam belanja modal kuartal terakhir.

Data revisi PDB tidak mungkin mengubah pandangan di kalangan pembuat kebijakan bahwa prospek ekonomi Jepang sangat buruk. Sebagian besar analis memperkirakan resesi Jepang akan semakin dalam pada kuartal ini, dengan PDB terkontraksi lebih dari 20 persen, terbesar sejak tahun 1955.

Perdana Menteri Shinzo Abe, yang dua pekan lalu mengakhiri keadaan darurat nasional sedikit lebih cepat dari jadwal, telah mengubah fokus ke beberapa cepat ekonomi dapat pulih. Namun, lonjakan kasus baru di Tokyo menunjukkan belanja konsumen masih akan tertekan. Sementara itu, pasar ekspor juga masih belum dapat terbuka sepenuhnya.

Pemerintahan Abe bulan lalu meningkatkan stimulus menjadi sekitar US$2 triliun, atau 40 persen dari PDB, untuk kembali menghidupkan bisnis dan belanja rumah tangga. Sejumlah analis mengatakan paket kebijakan tersebut tidak cukup untuk meningkatkan pengeluaran dan lebih banyak stimulus akan dibutuhkan.

Ekonom Bloomberg Yuki Masujima mengtakan kontraksi yang sedikit lebih sempit yang masih menempatkan Jepang ke dalam resesi tidak akan mengubah gambaran keseluruhan.

Ekonomi Jepang berada pada jalur kemerosotan yang dalam tahun ini dengan kontraksi kuartal II diperkirakan jauh lebih dalam, bahkan ketika pemerintah dan bank sentral meningkatkan stimulus," ungkapnya, seperti dikutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper