Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pandemi Corona, Ricuh AS, dan Parade Religiusitas Donald Trump

Bagi Presiden Trump, pandemi virus corona seketika langsung meruntuhkan klaim-klaim keberhasilan ekonomi selama 3 tahun berkuasa. Tingkat pengangguran semakin mendekati level terparah era Depresi Besar 1930-an.
Stiker kampanye pasangan Donald Trump-Mike Pence untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2020 ditempel di sebuah mobil di Milwaukee, Wisconsin, AS, Kamis (2/4/2020)./Bloomberg-Thomas Werner
Stiker kampanye pasangan Donald Trump-Mike Pence untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2020 ditempel di sebuah mobil di Milwaukee, Wisconsin, AS, Kamis (2/4/2020)./Bloomberg-Thomas Werner

Kajian Sejarah Religiusitas di AS

Kabar24.com, JAKARTA — Bagi Presiden Trump, pandemi virus corona seketika langsung meruntuhkan klaim-klaim keberhasilan ekonomi selama 3 tahun berkuasa. Tingkat pengangguran semakin mendekati level terparah era Depresi Besar 1930-an.

Kian menyeramkan pula angka-angka kesehatan kasus corona di Negeri Paman Sam. Menurut situs Worldometer, Rabu (3/6/2020), sebanyak 1,88 juta kasus positif di AS berkontribusi 29% total kasus dunia. Virus corona memakan korban 108.000 warga AS atau 28,2% total kematian global.

Trump kerap berdalih angka kematian bisa lebih besar bila tidak ada penanganan seperti sekarang. Dia juga membanggakan kemampuan otoritas kesehatan mengetes 15 juta orang lebih, melebihi negara mana pun di dunia.

Meski demikian, musuh-musuh politiknya, terutama Partai Demokrat, me-bully habis-habisan Trump. Mulai dari sikap sepele sejak kasus mencuat kali pertama pada 22 Januari, kengototan tidak memakai masker di muka umum, hingga klaim kemanjuran obat malaria hidroklorokuin.

Di antara segelintir kebijakan yang dibanggakan Trump adalah langkah cepat larangan masuk perjalanan dari China pada 2 Februari. Atas sikapnya itu, sebagaimana diberitakan Foxnews, dia mengaku mendapat label ‘rasis’ dan ‘xenofobia’ dari tokoh Partai Demokrat, terutama Ketua DPR Nancy Pelosi dan mantan Wakil Presiden Joe Biden.

Kubu oposisi juga sepakat dengan UU Produksi Pertahanan (Defence Production Act). Berbekal beleid itu, Trump memerintahkan perusahaan otomotif untuk memproduksi ventilator. Sebagian besar ventilator untuk AS, segelintir dibagikan ke sejumlah negara sahabat.

Ketika faktor epidemiologi dianggap belum memungkinkan, Trump memerintahkan para gubernur untuk membuka karantina wilayah. Alih-alih menambah stimulus dari rencana US$2 triliun, Trump meyakini ekses ekonomi dapat diperbaiki dengan merestorasi kegiatan usaha.

Sorotan mengenai normalisasi tiba-tiba meredup karena kasus kematian seorang pria kulit hitam bernama George Floyd di tangan polisi kulit putih Kota Minneapolis, Negara Bagian Minnesota, pada 25 Mei. Video pembunuhan itu tersebar, memancing aksi massa masyarakat keturunan Afrika-Amerika.

Tak hanya protes, demonstrasi juga dibarengi dengan kerusuhan dan pembakaran. Seperti diberitakan Boston Globe, Presiden Trump menyalahkan gubernur dan wali kota karena gagal mencegah kerusuhan meluas. Dia bahkan mewacanakan pengerahan militer untuk menyetop prahara.

Kasus George Floyd pun mengangkat kembali persoalan rasisme, masalah ‘abadi’ AS yang belum juga tuntas. Sudah pasti isu itu menjadi bahan gorengan kampanye Pilpres 2020.

Untuk sementara, panggung virus corona digantikan isu lawas rasisme.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper