Kabar24.com, JAKARTA — Setelah demo protes atas tewasnya seorang warga George Floyd di sekitar Gedung Putih mereda, Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpose di depan Gereja St. John sambil menggenggam Alkitab.
Aksi Trump pada Senin (1/6/2020) itu langsung memantik kontroversi. Musuh-musuh politiknya menganggap pose tersebut berbau politisasi agama. Sebaliknya, para pendukung menganggap langkah Trump dapat dibenarkan sebagai sikap kecewa pembakaran Gereja St. John yang bersejarah itu.
Bukan kali itu saja Trump mempertontonkan kedekatan dengan Alkitab. Video lawas di situs Youtube masih merekam pernyataan Trump bahwa Alkitab adalah buku favoritnya.
"Tak ada buku yang melebihi Alkitab,” katanya dalam suatu kesempatan.
Sehari setelah pose di Gereja St. John, pria New York itu mengunjungi monumen mendiang Paus Yohanes Paulus II di Washington. Lagi, aksi itu menuai pro dan kontra.
Parade religius Trump kala gelombang aksi protes kematian George Floyd seakan melanjutkan retorika pro-umat pada masa pandemi Covid-19. Pada 22 Mei, politikus Partai Republik tersebut memerintahkan para gubernur negara bagian untuk mengizinkan pembukaan gereja dan tempat ibadah lainnya.
Dalam opininya di situs Religionnews, Selasa (2/6/2020), sosiolog dari Clemen University, Andrew Whitehead, menduga aksi teranyar Trump di Washington merupakan pesan buat nasionalisme Kristen (Christian nationalism).
Menurut Andrew, kaum nasionalis Kristen merujuk pada golongan umat Nasrani yang menghendaki nilai agama mereka merasuk dalam kehidupan sehari-hari warga AS.
Trump, kata dia, akan terus memakai simbol Kristen sebagai sinyal kebersamaan dengan kalangan tersebut. Hanya dengan cara itu Trump bisa semakin mengokohkan basis dukungan Pilpres 2020 pada November.
“Keterpilihannya kembali tergantung pada mereka,” kata Andrew.
Tak seperti negara-negara Barat lain, religiusitas warga AS memang lebih mendingan. Jangan heran bila Trump mampu memenangkan Pilpres 2016 dengan mengandalkan suara kelompok konservatif, terutama dari kalangan Kristen Evangelis dan Katolik.
Bila perdebatan pernikahan sesama jenis dan aborsi sudah tuntas di negara lain, tidak demikian di AS. Meskipun Mahkamah Agung AS telah menggaransi konstitusionalitas dua isu kontroversial itu, kelompok konservatif masih berupaya membalikkan keadaan.
Sikap kontra terhadap pernikahan sesama jenis dan aborsi tentu saja didasarkan pada ajaran kitab suci. Pemahaman itu, secara logika, hanya dapat bersemai di kepala seseorang yang religius.