Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Transformasi Bank Sentral Global Siapkan Berbagai Skenario Pemulihan Ekonomi

Bank sentral global kini harus memperhitungkan dampak virus Corona terhadap perekonomian dan skenario pemulihan negara tersebut.
Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath. Bloomberg.
Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath. Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA - Bank sentral yang terbiasa menyusun proyeksi ekonomi secara sederhana, kini harus beralih pada skenario yang menggarisbawahi krisis akibat dampak pandemi virus corona.

Reserve Bank of Australia adalah salah satu dari beberapa bank sentral global yang telah menawarkan pandangan alternatif, yakni skenario dasar dan ketika kasus virus naik atau turun tergantung pukulan terhadap tingkat pengangguran.

Adapun, Bank of England menerbitkan proyeksi berdasarkan skenario yang memungkinkan, tanpa berkomitmen pada perkiraan formal.

Sementara itu, pembuat kebijakan di Federal Reserve meragukan akan adanya proyeksi yang akurat. Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker berbicara tentang salah satu skenario dimana gelombang infeksi kedua terjadi dan kontraksi PDB pada 2021 melanda ketika ekonomi terpaksa harus ditutup kembali.

Bankir sentral dan ekonom yang keliru ketika krisis keuangan global melanda satu dekade lalu, kini menemukan tantangan yang lebih monumental dalam meramalkan bagaimana ekonomi dunia merespons pembukaan kembali yang lambat.

Penyebaran dan kematian akibat virus, serta respons konsumen ketika pembatasan mobilitas dicabut, adalah beberapa dari banyak variabel yang membuat proyeksi ekonomi di era Covid-19 sulit dilakukan.

"Sebagian besar prospek tergantung pada hasil mitigasi dan tindakan penanggulangan pandemi. Karenanya langkah-langkah seperti dampak dari kebijakan moneter dan fiskal, respons terhadap penurunan harga minyak, gagal mencapai tingkat yang wajar dari perkiraan kepercayaan," kata Taimur Baig, kepala ekonom di DBS Group Holdings Ltd. di Singapura, dilansir Bloomberg, Selasa (12/5/2020).

Sementara itu, pada proyeksi skenario dasar, RBA memprediksi pengangguran berada pada angka 10 persen pada Juni 2020 dan akan turun menjadi 7,5 persen pada akhir 2021.

Pada skenario optimistis, pengangguran turun menjadi 5 persen pada pertengahan 2022, sementara skenario terburuknya, pengangguran berada di sekitar 10% persen dengan kontraksi yang dalam untuk masa mendatang.

Itu semua bergantung pada apakah konsumen secara sukarela tetap menerapkan protokol pembatasan sosial lebih lama setelah pemerintah mencabut kebijakan, di samping konsumsi, investasi, dan lapangan kerja yang akan melambat untuk waktu lebih lama.

"Sulit untuk memprediksi dengan tepat tentang besarnya dan waktu efek ini, sehingga masuk akal untuk berpikir dalam hal skenario," kata RBA dalam Pernyataan tentang Kebijakan Moneter, yang dirilis minggu lalu.

Di sisi lain di Asia dan Eropa, para pembuat kebijakan juga merasa bingung. China sedang mempertimbangkan untuk menurunkan target angka PDB yang akan memberikan kelonggaran bagi bank sentral dan pembuat kebijakan lainnya selama pemulihan.

Di Inggris, bank sentral pekan lalu menerbitkan proyeksi berdasarkan skenario di mana langkah-langkah pembatasna sosial dan dukungan pemerintah tetap tak berubah hingga Juni, sebelum secara bertahap dicabut pada akhir kuartal ketiga.

BOE mengatakan ekonomi dapat menyusut 14 persen tahun ini karena pembatasan akibat pandemi, sebelum rebound kuat pada 2021.

Pendekatan bank sentral mencerminkan pandangan Dana Moneter Internasional (IMF) yang pada pertengahan April mengadopsi tiga skenario alternatif.

Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath mengatakan bahwa Covid-19 adalah krisis yang tidak ada duanya, yang berarti ada ketidakpastian substansial tentang dampaknya terhadap kehidupan dan mata pencaharian masyarakat.

Ketika pemerintah telah mengeluarkan lebih dari US$8 triliun dalam stimulus fiskal, bank sentral dibiarkan menghitung bagaimana hal itu dapat membantu ekonomi mulai menggeliat dan meninggalkan krisis dengan cepat.

Bahkan kemudian, tidak diketahui potensi penyembuhan pandemi secara tepat waktu. Bagi para ekonom di Standard Chartered Plc, skenario positif dan lebih pesimistis didasarkan pada konsensus di antara para ahli kesehatan bahwa tidak ada pengobatan atau vaksin yang efektif yang akan tersedia hingga setidaknya pada 2021.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper