Bisnis.com, JAKARTA – Kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan China akan tetap berjalan kendati kedua negara diselimuti ketegangan terkait virus corona (Covid-19).
Kantor berita Xinhua News Agency mengabarkan bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He telah berbicara dengan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin via sambungan telepon pada Jumat (8/5/2020) waktu Beijing.
Kedua belah pihak berjanji akan menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk implementasi kesepakatan perdagangan fase satu antara China dan AS, sembari bekerja sama dalam bidang ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Kedua negara juga sepakat untuk menjaga komunikasi. Sebuah pernyataan oleh Kementerian Perdagangan China kemudian dirilis melalui surat elektronik terkait pembicaraan tersebut.
“Kedua belah pihak sepakat bahwa progres yang baik sedang dibuat dalam menciptakan infrastruktur pemerintah yang diperlukan untuk menjadikan perjanjian itu berhasil,” menurut pernyataan itu, dilansir dari Bloomberg.
“Terlepas dari darurat kesehatan global saat ini, kedua negara sepenuhnya berharap untuk memenuhi kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan perjanjian secara tepat waktu,” paparnya.
Baca Juga
Komunikasi lewat telepon ini menjadi pembicaraan pertama secara resmi antara Liu dan Lighthizer tentang perjanjian tersebut sejak ditandatangani pada Januari 2020, tepat sebelum pandemi Covid-19 menghantam dua ekonomi terbesar dunia ini dan memutus rantai pasokan global.
Pembicaraan ini dilakukan sedikit lebih cepat dari jadwal pertemuan Liu dan Lighthizer setiap enam bulan yang terkandung dalam kesepakatan itu. Menurut teks kesepakatan, China telah setuju untuk membeli barang dan jasa AS dengan nilai tambahan US$200 miliar selama dua tahun dibandingkan dengan level pada 2017.
Pemerintah China dikabarkan berupaya menunjukkan kepada AS bahwa pihaknya tulus untuk memenuhi komitmen meskipun wabah virus ini menyebabkan keterlambatan pada sebagian target.
Hubungan antara AS dan China semakin memburuk sejak jumlah korban akibat virus corona, yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China, terus bertambah sekaligus menjadikan AS sebagai salah satu negara yang paling terpukul.
Presiden Donald Trump menyalahkan China karena menyesatkan dunia tentang skala dan risiko penyakit itu, bahkan mengancam mengenakan lebih banyak tarif sebagai hukuman.
Di sisi lain, kementerian luar negeri China menuduh beberapa pejabat pemerintah AS berusaha "mengalihkan tanggung jawab mereka sendiri atas penanganan epidemi yang buruk kepada pihak lain".