Bisnis.com, JAKARTA - Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Covid-19 sebagai pandemi global pada Rabu (11/3/2020), hingga Rabu (15/4/2020, WHO mencatat 213 negara atau wilayah yang terdampak Covid-19.
Pemerintah Indonesia mengonfirmasi kasus positif Covid-19 pertama kali pada Senin (2/3/2020). Sejak saaat itu, hingga Rabu (15/4/2020), ada 5.136 kasus positif pada 15 April 2020.
Di tengah kondisi pandemi global yang juga melanda Indonesia saat ini, Komisi III DPR RI dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memutuskan untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Menyikapi langkah-langkah pemerintah dan DPR RI terhadap RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja ini, Dewan Pers Mohammad Nuh menyatakan bahwa ada upaya kolektif menangani pandemi dan dampaknya pada seluruh sektor dan aspek kehidupan masyarakat, tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan gejolak di tengah masyarakat.
“Mendesak DPR dan pemerintah untuk menunda pembahasan berbagai rancangan perundangan, termasuk RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja tersebut, sampai dengan kondisi yang lebih kondusif, sehingga pelaksanaan proses legislasi dapat berjalan secara layak, memadai dan memperoleh legitimasi, saran, dan masukan yang baik dari masyarakat sipil maupun komunitas pers secara maksimal.” ujar Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/4/2020).
Menolak pembahasan RUU KUHP terkait dengan pasal-pasal yang dapat mempengaruhi kemerdekaan pers antara lain Pasal 217-220 (Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden), Pasal 240 dan 241 (penghinaan terhadap Pemerintah), Pasal 262 dan 263 (penyiaran berita bohong), Pasal 281 (gangguan dan penyesatan proses peradilan).
Pasal 304-306 (tindak pidana terhadap agama), Pasal 353-354 (Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara), Pasal 440 (pencemaran nama baik), dan Pasal 446 (pencemaran terhadao orang mati) serta pasal-pasal lainnya (draft RUU KUHP 15 September 2019).
Menolak pembahasan RUU Cipta Kerja khususnya adanya upaya perubahan terhadap Pasal 11 dan Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.