Bisnis.com, PEKANBARU — Moody’s Investors Service memperkirakan dampak penyebaran virus corona (COVID-19) akan semakin menekan industri baja secara global. Adapun, outlook negatif untuk industri baja telah disematkan Moody’s terhadap sejumlah negara sejak pertengahan 2019.
Carol Cowan, Senior Vice President Moody’s Investors Service, dalam laporan sektoralnya yang diterima Bisnis menjelaskan bahwa penyebaran virus Covid-19 telah memperparah operasional pembuatan baja di dunia yang sebelumnya sudah mendapatkan tantangan fundamental.
“Pelemahan makroekonomi yang meluas akibat pandemi COVID-19 telah menurunkan permintaan baja untuk industri inti seperti manufaktur, otomotif, konstruksi, serta eksplorasi minyak dan gas,” tulis Cowan, Rabu (8/7/2020).
Moody’s pun menegaskan outlook negatif untuk industri baja seiring dengan terus melemahnya fundamental akibat penyebaran COVID-19. Terbaru, Moody’s memangkas outlook industri baja di Rusia dan Brazil menjadi negatif.
Sebelumnya, lembaga pemeringkat utang internasional ini telah memberikan outlook negatif untuk industri baja di Amerika Serikat sejak Oktober 2019, Eropa sejak Mei 2019, dan Asia sejak Agustus 2019 akibat fundamental yang tak kuat.
Pelemahan industri baja disebut Cowan juga terkait dengan tantangan yang dihadapi industri otomotif, konstruksi, dan driller migas.
Baca Juga
Dirinya menunjukkan bahwa sektor otomotif yang merupakan salah satu pangsa pasar utama pemasok baja kini menghadapi tantangan dari sisi penjualan.
Moody’s memperkirakan penjualan kendaraan ringan secara global akan turun 14 persen pada 2020 dengan penjualan di AS turun setidaknya 15 persen, Eropa Barat turun 21 persen, Jepang turun 8 persen, dan China turun 10 persen..
Selanjutnya, permintaan sektor migas yang juga banyak menggunakan produk baja diperkirakan kian terkontraksi akibat anjloknya harga minyak akibat perselisihan antara Arab Saudi dan Rusia terkait dengan level produksi yang belum menemukan titik terang.
Berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia dari Moody’s, produk domestik bruto (PDB) dunia bakal terkontraksi pada 2020. Kemudian, pada 2021 akan terlihat pemulihan ekonomi di negara-negara maju anggota G20.
“Untuk negara utama konsumen baja, perkiraan kami PDB AS -2% persen, Zona Euro -2,2 persen, China 3,3 persen, Brazil -1,6 persen, Rusia 0,5 persen, dan Jepang -2,4 persen,” tulis Cowan.
Di tengah pesimisme pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara tersebut, Cowan menilai dukungan pemerintah bakal dapat memperlambat laju pelemahan.
Dirinya menunjukkan di AS melalui Bank Sentral AS (Federal Reserve) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan moneter dan pelonggaran kuantitatif untuk menghadapi turunnya likuiditas.
Kebijakan tersebut a.l. pembelian obligasi korporasi yang memiliki investment-grade, mendukung penyaluran pinjaman, dan memperkuat pasar sekunder untuk kredit.
“Negara-negara lain akan mengikuti langkah itu. Bank Sentral Eropa [ECB] telah mengumumkan program emergency pembelian obligasi sebesar 750 miliar euro dan tengah mempertimbangkan opsi lainnya,” tulis Cowan.