Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah menyetujui penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Provinsi DKI Jakarta. Lalu bagaimana dengan daerah penyangga yang turut menyumbang mobilitas masyarakat?
Pagi ini, kepada Bisnis, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan dirinya telah menandatangani pengajuan PSBB DKI Jakarta.
"Sudah tanda tangan sekarang [suratnya] dikirim ke sana [Pemprov DKI Jakarta]. Per tanggal ini [Selasa, 7 April 2020], semalam itu draft-nya begitu sudah tanda tangan, ada yang typo. Jadi saya koreksi," ungkapnya via sambungan telepon, Selasa (7/4/2020).
Adapun mengenai pemberlakukan PSBB DKI Jakarta akan tergantung pada keputusan Pemprov. "Untuk berlakunya terserah Gubernur [DKI Jakarta Anies Baswedan], yang penting izin sudah saya berikan," tegasnya.
Sehari sebelumnya, Terawan telah menangguhkan pengajuan PSBB Pemprov DKI Jakarta karena kekurangan sejumlah data, seperti epidemiologi peningkatan kasus menurut waktu, peta penyebaran kasus menurut waktu, kejadian transmisi lokal, dan informasi kesiapan daerah.
Terawan membantah bahwa menghalang-halangi pemerintah daerah yang akan mengajukan PSBB sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Dia menyebutkan daerah yang mengajukan PSBB selain Jakarta adalah Fakfak, Timika dan Tegal. Adapun, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah belum mengajukan PSBB.
Dalam hal ini, Terawan mengatakan daerah pendukung Jakarta seperti Bogor dan Depok juga perlu melakukan pembatasan sosial. “Kalau hanya satu area [yang menerapkan PSBB] kan enggak sukses,” katanya.
1. Tangerang Raya Ingin Dimasukan PSBB Jakarta
Gubernur Banten Wahidin Halim sependapat bahwa wilayah Bogor, Depok, Tangerang raya, dan Bekasi (Bodetabek) masuk ke dalam PSBB Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurutnya, Tangerang Raya tidak dapat dipisahkan dari DKI Jakarta sebagai episentrum Covid-19.
“Dengan demikian Jabodetabek harusnya dimasukkan ke dalam PSBB ketersediaan kebutuhan dasar dan operasional jaring pengaman sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” kata Wahidin melalui keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Saat ini pihaknya tengah mendorong Bupati dan Wali Kota seluruh Tangerang—Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan--untuk segera melakukan kajian sesuai dengan kodisi setiap wilayahnya ihwal permohonan penetapan PSBB. “Pemerintah provinsi menyerahkan sepenuhnya pada bupati atau wali kota terkait."
2. Jawa Barat Masih Siapkan Data Syarat PSBB
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum merekomendasikan penerapan PSBB. Namun, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyampaikan bahwa tengah mengkaji penerapan jam malam sebelum menetapkan PSBB.
Menurut Ridwan Kamil, dari hasil pantauan pihaknya penerapan social distancing di daerah belum maksimal. Warga masih belum disiplin meski kasus Covid-19 di Jawa Barat terus merangkak naik.
“Masih belum maksimal, saya kemarin inspeksi muter-muter sebagian di kabupaten-kabupaten terlihat masih tidak ada upaya dan situasi yang berbeda,” katanya di Bandung, Senin (6/4/2020).
Dia menyampaikan agar pergerakan warga dibatasi, pihaknya bersama Polda Jabar dan Kodam III Siliwangi menyepakati penerapan jam malam sebagai bentuk ancang-ancang penerapan PSBB.
“Kami mengarahkan kepada kota kabupaten segera melakukan upaya perlakuan jam malam. bagian dari proses mendisiplinkan dan pembatasan sosial berskala besar di wilayah Jabar,” ujarnya.
Ridwan Kamil memastikan penerapan jam malam sudah disetujui pihak kepolisian namun penerapannya tetap harus dikonsultasikan dan disepakati polres setempat. “Sudah disetujui oleh Pak Kapolda asal koordinasi dengan kepolisian daerah,” katanya.
Ridwan Kamil mengutarakan pihaknya belum menerapkan PSBB karena masih terganjal distribusi rapid test untuk mengetahui pola sebaran virus corona. Pemprov Jabar sudah mengirimkan alat rapid test sebanyak 60.000 lebih ke 27 kabupaten/kota.
Namun baru sekitar 18.000 hasil yang sudah dilaporkan daerah pada gugus tugas COVID-19 provinsi. “Kami mengimbau daerah-daerah yang belum memberikan data dengan lengkap,” katanya.
Sisa rapid test yang belum dilaporkan terbilang masih banyak. Oleh sebab itu, Pemprov Jabar meminta kepala daerah disiplin meminta Dinas Kesehatan masing-masing untuk segera melaporkan data.
“Kemana yang 50.000 nya? Semakin cepat data itu masuk, semakin mudah kita memetakan. Karena dari hasil rapid test yang masuk kita temukan pola-pola baru [penyebaran] di asrama-asrama,” tuturnya.
Jawa Barat akan mengambil keputusan PSBB berdasarkan data yang sudah diterima pihaknya dari daerah baik zona merah maupun di luar itu. Ketidaklengkapan data dinilai akan menyulitkan pihaknya memberikan usulan pada Pemerintah Pusat.
“Data itu satu untuk melakukan respons, dua argumentasi PSBB,” paparnya.
Ridwan Kamil sendiri berharap kalau pun diberlakukan, PSBB akan didahulukan untuk wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta seperti Depok, Bogor-Bogor, Bekasi-Bekasi.
“Mendahulukan yang menempel di Jakarta dulu, apa yang Jakarta lakukan kita harus satu frekuensi, satu keputusan. Gerak-gerak semua, kalau berhenti-berhenti semua, lambat-lambat semua,” katanya.
3. IDI Imbau Pemerintah Tegas
Sementara itu, Ikatan Dokter (IDI) Indonesia mendesak PSBB diharapkan bisa dilakukan secara cepat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Sekretaris Jenderal IDI Adib Khumaidi menuturkan pada dasarnya, aturan itu diterbitkan untuk memutus mata rantai penularan dengan cara meminimalisasi atau pengurangan kontak atarmanusia.
"Terlepas mau PSBB atau karantina, atau bahkan lockdown, yang paling penting ini enggak hanya sekadar imbauan tanpa ada upaya tegas dari pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Jika tidak ada itu ya tujannya sulit dicapai,” kata Adib, Senin (6/4/2020).
Adib menilai ketegasan itu juga harus didukung oleh aparat setempat hingga di tingkat kelurahan, RT dan RW.
Menurutnya, pengajuan PSBB dalam satu wilayah tidak bisa berdiri sendiri. Jakarta misalnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah lainnya seperti Depok, Bogor, Tangerang hingga Bekasi untuk membatasi pergerakan warganya agar tidak masuk ke Jakarta.
“Nah saat PSBB, dilakukan di dalam satu wilayah, tanpa ada koordinasi dengan wilayah terdekat ya sama saja. Seperti di Jakarta, ada PSBB. Tapi Depok, Bogor tidak melakukan pembatasan ya sama saja. Jadi PSBB pun itu gak bisa kemudian hanya dilakukan per wilayah juga, tapi harus diperhitungkan dengan wilayah sekitarnya. Surabaya misalnya, harus ada koordinasi dengan Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Lamongan,” lanjutnya.
Menurutnya, jika semua wilayah termasuk daerah pendukung bekerjasama maka pemutusan mata rantai penyebaran COVID-19 ini bisa dilakukan bahkan tidak dalam waktu yang sangat lama.
Terkait daerah yang perlu mengajukan PSBB, selain Jakarta, IDI menyarankan Surabaya juga perlu melakukan PSBB. Menurutnya, cukup mengacu pada data BNPB atau Gugus Tugas, sebetulnya daerah-daerah tersebut sudah bisa mengajukan PSBB.
“Memang ini harus melihat data, selain data yang terkonfirmasi positif, harus dilihat juga data PDP, berapa data ODP, kemudian potensi yang akan bisa terjadi outbreak. Prediksi dan potensi outbreak. Jadi 3 hal itu yang jadi acuannya. Jakarta, Surabaya itu sudah harus PSBB dan segera dievaluasi dan ini butuh waktu yang cepat.”
Dia mengimbau jika pemda sudah mengajukan PSBB, maka Tim Gugus Tugas Covid-19 maupun Kemenkes harus bergerak dengan cepat.