Bisnis.com, JAKARTA – Amnesty International mendesak pemerintah untuk bersikap adil dalam penerapan pembebasan narapida selama masa Covid-19 termasuk bagi warga binaan pasal makar Papua.
Melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Jumat (3/4/2020), narapidana asal Papua mayoritas berstatus tahanan yang dipenjarakan atas tuduhan makar. Umumnya tindakan itu adalah upaya mengekspresikan opini secara damai yang seharusnya dibebaskan tanpa syarat.
Oleh sebab itu, Amnesty International menilai selama ini pemidanaan terhadap mereka adalah pemidanaan yang dipaksakan.
“Mereka berhak mendapatkan hak atas kesehatan. Sehingga sudah seharusnya untuk tujuan perlindungan kesehatan dan pertimbangan rasa keadilan, mereka semua harus dibebaskan tanpa syarat,” ujar Amnesty International dalam laporannya dikutip, Jumat (3/4/2020).
Kondisi ini diperparah potensi penularan Covid-19 di penjara sangat rentan, dibawa oleh petugas lapas yang berjaga dan berinteraksi dengan para narapidana.
Belum lagi tidak ada jaminan narapidana dapat mengakses air bersih, sabun, hand sanitizer, masker dan kebutuhan lain yang diperlukan untuk mencegah penularan virus.
“Dengan pembebasan ini, para narapidana, paling tidak, bisa melakukan social distancing dan melakukan mitigasi terhadap dirinya sendiri karena hampir seluruh penjara dan lapas di Indonesia sudah melebihi daya tampung, overcrowded,” jelasnya.
Sementara, mereka yang masih berada di dalam tahanan harus mendapat akses pada layanan kesehatan, termasuk akses untuk mendapatkan tes dan upaya pencegahan yang memadai. Terpenting, segala keputusan mengenai strategi penanganan penyebaran Covid-19 harus mematuhi aturan HAM internasional.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM memutuskan untuk membebaskan 30.000 narapidana dewasa hingga anak untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Pembebasan tersebut dilakukan melalui proses asimilasi dan integrasi berupa pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat, khususnya bagi narapidana yang masa 2/3 pidananya jatuh tanggal 1 April 2020 hingga 31 Desember 2020.
Dalam keputusan tersebut, pertimbangan pemerintah dalam melakukan pembebasan itu adalah tingginya tingkat hunian di lapas, lembaga pembinaan khusus anak dan rumah tahanan, sehingga mereka rentan tertular virus corona.
Hak atas kesehatan dijamin dalam Pasal 12 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) yang menyebut bahwa “pencegahan, perawatan dan pengendalian epidemi, endemik, penyakit akibat kerja dan penyakit lainnya” merupakan bagian dari hak atas kesehatan.
Dalam konteks pandemi Covid-19, kewajiban negara termasuk memastikan bahwa tindakan preventif, peralatan, layanan dan informasi tersedia dan dapat diakses oleh semua orang. Di dalam hak atas kesehatan ini pula, alat-alat, fasilitas dan layanan kesehatan harus tersedia dalam jumlah yang cukup; dapat diakses oleh semua orang tanpa diskriminasi; menghormati etika medis; serta sesuai secara ilmiah dan medis dan berkualitas baik.
Alat dan layanan kesehatan harus dapat diakses oleh semua, terutama oleh kelompok yang paling rentan atau terpinggirkan dalam masyarakat; dalam jangkauan fisik yang aman untuk semua komunitas tanpa terkecuali; dan terjangkau untuk semua serta seraya tetap memperhatikan kebutuhan khusus karena gender, usia, disabilitas. Hak tersebut juga mencakup aksesibilitas informasi terkait kesehatan.