Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Manufaktur China Rebound, Negara Asia Lainnya Merana

Peningkatan jumlah kasus di Italia, Spanyol, dan AS memberikan pukulan tambahan bagi negara-negara Asia yang telah melawan corona berbulan-bulan.
Pekerja berada di depan peti kemas yang ditumpuk di Pelabuhan Yangshan Deepwater, Shanghai, China, Senin (23/3/2020). Bloomberg/Qilai Shenn
Pekerja berada di depan peti kemas yang ditumpuk di Pelabuhan Yangshan Deepwater, Shanghai, China, Senin (23/3/2020). Bloomberg/Qilai Shenn

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah China mengalami rebound Purchase Managers's Index (PMI) ke angka 52 pada Maret 2020, sejumlah negara di Asia justru sebaliknya. Biro Statistik China merilis angka resmi tersebut kemarin.

Pabrik-pabrik di Asia mengalami kontraksi lebih lanjut pada Maret ketika virus corona menimbulkan kekacauan pada rantai pasokan. Menurut data yang dirilis IHS Markit, hampir semua manufacturing PMI regional turun di bawah 50, garis pemisah antara kontraksi dan ekspansi.

Indeks Jibun Bank Jepang berada di angka di 44,8. Sedangkan PMI Korea Selatan sebesar 44,2, terburuk sejak krisis keuangan global lebih dari satu dekade lalu.

Sementara itu, PMI China menurut Caixin Media dan IHS Markit naik menjadi 50,6 dari 40,3 pada Februari. Output naik menjadi 50,6 dibandingkan dengan 28,6 dan pesanan baru juga naik.

Angka itu mengikuti kenaikan PMI resmi China, meskipun ekonom memperingatkan bahwa kenaikan disebabkan kembalinya para pekerja setelah penutupan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan belum menandakan rebound perusahaan.

Di Asia Tenggara, lesunya industri manufaktur juga juga terlihat, dengan Filipina turun menjadi 39,7, terendah sejak pencatatan dimulai pada 2016, dan Vietnam merosot ke 41,9. Adapun PMI Taiwan naik di atas 50.

Data sentimen manufaktur itu mencerminkan memburuknya wabah virus corona pada Maret 2020. Peningkatan jumlah kasus di Italia, Spanyol, dan AS membuat ekonomi-ekonomi itu terhenti, memberikan pukulan tambahan bagi negara-negara Asia yang telah berjuang melawan virus selama berbulan-bulan.

"Wilayah ini semakin tidak memiliki mobilitas karena langkah-langkah untuk mengatasi virus, PMI April akan menunjukkan kelemahan," kata Trinh Nguyen, seorang ekonom senior di Natixis SA di Hong Kong, dilansir Bloomberg, Rabu (1/4/2020).

Dia mengatakan yang lebih mengkhawatirkan adalah konsumen terbesar industri Asia yakni AS dan Eropa mengalami perlambatan konsumsi yang otomatis memukul produksi pada kuartal kedua 2020.

Bank-bank sentral telah menurunkan suku bunga dan meningkatkan pembelian obligasi serta langkah-langkah likuiditas lainnya untuk menstabilkan pasar keuangan, sementara pemerintah telah mengeluarkan sejumlah besar stimulus untuk membantu konsumen dan bisnis karena prospek ekonomi global anjlok.

Meski menunjukkan keberhasilan dalam menanggulangi virus ini, China dan Korea Selatan tidak bisa lepas begitu saja dari dampak ekonomi akibat lemahnya permintaan global. Dukungan moneter dan fiskal yang dramatis yang diluncurkan di seluruh wilayah paling banyak hanya akan meredam pukulan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper