Bisnis.com, JAKARTA - Rebound di sektor manufaktur China dan pergeseran sikap pemerintah untuk melonggarkan kendali pinjaman menunjukkan bahwa kondisi terburuk mungkin akan berakhir bagi ekonomi yang menderita kemerosotan terbesar dalam beberapa dekade terakhir ini.
Biro Statistik Nasional China mengumumkan Indeks Manajer Pembelian (PMI) melonjak menjadi 52,0 pada Maret 2020 dari rekor terendah 35,7 pada bulan sebelumnya.
Realisasi ini juga melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan rata-rata PMI bulan ini sebesar 45.
"Kejutan positif dalam pembacaan headline PMI China menawarkan harapan bahwa jika penanganan virus [corona] menjadi lebih efektif di suatu negara, maka kegiatan ekonomi dapat dengan cepat kembali normal," kata Helen Qiao, kepala ekonom kawasan China di Bank of America Merrill Lynch, seperti dikutip melalui Bloomberg, Selasa (31/3/2020).
Prospek pemulihan juga telah didukung oleh peningkatan respon stimulus baru-baru ini, meskipun Beijing tampaknya masih menahan diri ketika beberapa negara maju terus menggelontorkan stimulus di negara mereka.
Bank Sentral China pada Senin (30/3), memangkas suku bunga acuan dari 2,4% menjadi 2,2% hanya beberapa hari setelah Politbiro mengatakan akan meningkatkan perubahan kebijakan ekonomi makro dan mengejar kebijakan fiskal yang lebih proaktif.
PMI hanyalah satu dari sekian faktor untuk menilai arah pertumbuhan ekonomi dan China masih berada di jalur kemerosotan terburuk sejak 1976.
Bahkan para pejabat di Beijing mengatakan bahwa butuh waktu lama agar perekonomian dapat kembali normal. Ada juga kekhawatiran bahwa setiap rebound domestik berisiko cepat padam oleh kemerosotan global.
Ekonom Bloomberg Chang Shu dan David Qu mengatakan bahwa peningkatan ini memberikan sedikit harapan bahwa virus corona, separah apapun dampaknya, berumur pendek.
Meskipun kondisi membaik, ekonomi China belum kembali normal dan masih akan dihadapi dengan tantangan yang belum pernah terlihat sebelumnya selama beberapa dekade terakhir dari dalam maupun luar negeri.
"Kebijakan dukungan kemungkinan akan ditingkatkan, terutama kebijakan fiskal. Kami juga memprediksi akan ada lebih banyak pelonggaran kebijakan moneter," ujar mereka.
Beberapa stimulus sudah ada di pipeline Beijing dari segi fisik antara lain pemerintah berencana untuk meningkatkan defisit fiskal, mengeluarkan surat utang negara khusus dan memungkinkan pemerintah daerah untuk menjual lebih banyak obligasi infrastruktur, meskipun belum ada jumlah yang ditentukan.