Bisnis.com, JAKARTA - Memburuknya kondisi Indonesia dalam menghadapi wabah virus Corona (Covid-19) membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan beberapa langkah yang lebih ekstrem. Yakni, bakal menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar dan darurat sipil.
Menurut Jokowi, kedua kebijakan tersebut saling bertautan. Tanpa darurat sipil, maka kebijakan pembatasan sosial berskala besar tak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian kebijakan tersebut dapat berjalan secara tegas di masyarakat.
"Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial skala besar, agar segera disiapkan aturan pelaksanaan yang lebih jelas," ucap Presiden Jokowi, saat membuka rapat terbatas membahas laporan Gugus Tugas Penanganan Corona lewat video conference, Senin (30/3/2020).
Pertanyaan yang sekarang muncul adalah, apa itu pembatasan berskala besar. Selain itu, apakah Indonesia memiliki dasar hukum untuk melakukan dua kebijakan yang cukup ekstrem tersebut?
Pembatasan sosial skala besar
Untuk kebijakan ini, Indonesia sudah memiliki instrumen hukum. Yakni, yang tertabal pada Undang-undang No.6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, khususnya di Pasal 1 Ayat (11). Beleid itu berbunyi:
"Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran atau kontaminasi."
Undang-undang itu sendiri membutuhkan peraturan pemerintah (PP) akan bisa diimplementasikan ke tingkat pemerintahan di provinsi dan kabupaten/kota. PP inilah yang saat ini sedang disiapkan pemerintah. "Sebagai panduan bagi provinsi, kabupaten/ kota sehingga mereka bisa kerja," ucap Jokowi.
Darurat sipil
Untuk kebijakan ini, sepertinya kata-katanya cukup mengerikan. Namun tunggu dulu. Darurat sipil bukanlah instrumen yang dimiliki negara dalam menghadapi kondisi yang sangat berbahaya. Di atas darurat sipil, masih ada keadaan perang dan darurat militer.
Keadaan perang, adalah kondisi kala negara tengah berperang dengan negara lainnya. Sedangkan darurat militer, contohnya, kala Aceh tengah dirundung Gerakan Aceh Meredeka pada 2004. Sedangkan Darurat Sipil, ya saat di Aceh itu, kala Presiden Megawati menurunkan status Darurat Militer di sana menjadi Darurat Sipil.
Setelah itu, sampai sekarang, Indonesia belum pernah lagi menggunakan kebijakan Darurat Sipil.
Kebijakan kondisi darurat ini, Indonesia memiliki payung hukum di Undang-undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. UU ini mengatur siapa dan bagaimana suatu daerah dikatakan darurat dengan tahapan-tahapannya.
Lantas, kapan Indonesia dapat dikatakan masuk dalam Darurat Sipil? Jika merujuk pada Pasal 1 ayat (1), menyebutkan, ada tiga kondisi yang dapat dikategorikan sebagai darurat.
Pertama, "Keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa".
Kedua, "Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga". Dan terakhir, "Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan, khusus ada atau dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup negara".
Sekarang, apa yang bisa dilakukan seorang penguasa, entah itu presiden atau jabatan di bawahnya, saat kondisi darurat? Untuk hal ini, ada tiga pasal yang mengaturnya.
Pasal 18
Ayat (1) Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan ketentuan bahwa untuk mengadakan rapat-rapat umum, pertemuan-pertemuan umum dan arak-arakan harus diminta-idzin terlebih dahulu. ldzin ini oleh Penguasa Darurat Sipil diberikan penuh atau bersyarat. Yang dimaksud dengan rapat-rapat umum dan pertemuan-pertemuan umum adalah rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan umum yang dapat dikunjungi oleh rakyat umum.
Ayat (2) Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung, tempat-tempat kediaman atau lapangan-lapangan untuk beberapa waktu yang tertentu.
Pasal 19
Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi orang berada di luar rumah.
Pasal 20
Penguasa Darurat Sipil berhak memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain.
Jadi, bila nanti Indonesia benar-benar masuk dalam kondisi Darurat Sipil, maka tiap warga harus bersiap-siap rela pergerakannya dibatasi dan diawasi.