Bisnis.com, JAKARTA - M Indung Andriani hari ini dipanggil untuk memberi keterangan kepada penyidik KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Indung Andriani yang merupakan terpidana perantara suap untuk politikus Golkar Bowo Sidik Pangarso.
Pemeriksaan terkait kasus suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi suap bidang pelayaran antara PT PILOG dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), dan penerimaan lain yang terkait jabatan," ujar Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Andriani dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT HTK Taufik Agustono (TAG).
KPK pada Rabu (16/10/2019) telah menetapkan Taufik sebagai tersangka baru dalam pengembangan perkara kerja sama pengangkutan bidang pelayaran.
KPK sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka, yakni mantan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Indung dari unsur swasta, dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.
Dalam perkara tersebut Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menjatuhkan vonis ketiganya.
Bowo telah divonis 5 tahun penjara. Sementara Indung yang merupakan perantara suap untuk Bowo telah divonis 2 tahun penjara dan Asty sebagai penyuap Bowo juga telah divonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Dalam konstruksi perkara tersangka Taufik dijelaskan bahwa PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama 2013-2018. Pada 2015 kontrak ini dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas lebih besar, yang tidak dimiliki PT HTK.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.
Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan Bowo. Kemudian Bowo bertemu dengan Asty.
Selanjutnya, Asty melaporkan kepada Taufik hasil pertemuannya dengan Bowo, yakni mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal.
Tersangka Taufik kemudian diduga bertemu beberapa pihak termasuk Asty dan Bowo untuk menyepakati kelanjutan kerja sama sewa menyewa kapal yang sempat terhenti pada 2015.
Dalam proses tersebut Bowo kemudian meminta sejumlah fee. Tersangka Taufik sebagai Direktur PT HTK membahasnya dengan internal manajemen dan menyanggupi sejumlah fee untuk Bowo.
Selanjutnya pada 26 Februari 2019 disepakati nota kesepahaman (MoU) antara PT PILOG dengan PT HTK, yang salah satu materi MoU-nya adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Setelah adanya MoU tersebut disepakati untuk pemberian fee dari PT HTK kepada Bowo, dibuatkan satu perjanjian antara PT HTK dengan PT Inersia Ampak Engineers untuk memenuhi kelengkapan administrasi pengeluaran oleh PT HTK.
Kemudian Bowo meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU antara PT HTK dan PT PILOG. Permintaan itu disanggupi oleh tersangka Taufik dan juga disetujui oleh Komisaris PT HTK.
Namun, dengan pertimbangan terlalu besar untuk diberikan sekaligus, dibuatkan termin pembayarannya.
Pada rentang 1 November 2018 sampai 27 Maret 2019 diduga terjadi transaksi pembayaran fee dari PT HTK kepada Bowo masing-masing 59.587 dolar AS pada 1 November 2018, 21.327 dolar AS pada 20 Desember 2018, 7.819 dolar AS pada 20 Februari 2019, dan Rp89.449.000 pada 27 Maret 2019.
Di PT HTK, uang-uang tersebut dikeluarkan berdasarkan memo internal yang seolah membayar transaksi perusahaan, bukan atas nama Bowo.