Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Donald Trump mengusulkan pembentukan negara Palestina sebagai bagian dari solusi perdamaian Timur Tengah, namun memicu kecaman Palestina karena persyaratannya ketat dan membiarkan Israel mempertahankan kendali atas permukiman Tepi Barat yang sejak lama diperebutkan.
Trump mengumumkan rencananya untuk perdamaian Israel-Palestina tersebut di sebuah acara Gedung Putih didampingi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Rencana itu meliputi apa yang disebut Trump sebagai pembekuan empat tahun oleh Israel atas aktivitas pemukiman baru.
Meskipun Trump menyatakan tujuannya adalah untuk mengakhiri konflik selama beberapa dekade, namun rencana itu lebih berpihak pada Israel. Pengumuman rencana itu juga tidak dihadiri pihak Palestina.
Rencana itu tampaknya tidak akan mendorong dimulainya kembali pembicaraan Israel-Palestina yang gagal pada tahun 2014. Akan tetapi, proposal tersebut menjadi "titik awal yang penting untuk kembali ke negosiasi" oleh Uni Emirat Arab.
Mesir juga menawarkan pernyataan yang menggembirakan.
Baca Juga
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengejek apa yang disebut Trump sebagai "kesepakatan abad ini" dengan menyebutnya sebagai "tamparan abad ini" seperti dikutip Reuters, Rabu (29/1/2020).
Palestina telah menolak untuk berurusan dengan pemerintahan Trump sebagai protes terhadap kebijakan pro-Israel seperti memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Padahal, kota itu juga diicar Palestina untuk dijadikan Ibu Kota.
Trump mengusulkan masa empat tahun bagi Palestina untuk menyetujui pengaturan keamanan dengan Israel, menghentikan serangan oleh kelompok militan Islam Hamas dan mendirikan lembaga pemerintahan untuk mendirikan negara Palestina dengan Ibu Kotanya di Abu Dis, bagian dari Yerusalem Timur.
Proposal itu juga menimbulkan masalah potensial bagi Palestina.
Abu Dis terletak satu mil di sebelah timur Kota Tua Yerusalem, rumah bagi situs-situs suci penganut Yahudi, Kristen, dan Islam. Warga Palestina yang tinggal di Abu Dis terpisah oleh tembok keamanan tinggi Israel dan pos-pos pemeriksaan.
Lokasi itu tidak mungkin memuaskan para pemimpin Palestina yang menginginkan lokasi yang lebih sentral.
Trump mengatakan tembok penghalang harus berfungsi sebagai perbatasan antara ibu kota kedua negara. Sedangkan Yerusalem harus tetap menjadi Ibu Kota Israel yang tidak terbagi dan berdaulat.