Bisnis.com, JAKARTA – Inggris akan melonggarkan aturan visa untuk kalangan ilmuwan dan berjanji untuk memberantas migrasi penduduk berketerampilan rendah setelah 31 Januari, ketika Inggris secara resmi akan meninggalkan Uni Eropa.
Dengan hanya 5 hari menjelang Brexit, pemerintah berjanji untuk mengakhiri pergerakan bebas oleh warga negara Uni Eropa. Imigrasi menjadi masalah utama selama referendum Brexit dan Perdana Menteri Boris Johnson mengusulkan sistem berbasis poin yang memprioritaskan pekerja terampil.
Dalam upaya untuk meredakan kekhawatiran bahwa Brexit akan menutup Inggris dari orang dengan ketrampilan tinggi, Downing Street meluncurkan rute imigrasi pada hari Minggu. Rute Global Talent yang disebut akan mempercepat aplikasi visa untuk ilmuwan, matematikawan, dan peneliti mulai 20 Februari.
Berita tersebut disambut oleh Royal Society, salah satu dari empat lembaga ilmiah di rute tersebut. “Pemerintah telah mendengarkan komunitas peneliti dan ini adalah langkah pertama yang penting dalam menciptakan sistem visa yang kita butuhkan untuk menarik bakat ilmiah global,” ungkap Presiden Royal Society Venki Ramakrishnan, seperti dikutip Reuter Bloomberg.
Pada hari Minggu (26/1), Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel memperingatkan bisnis di Inggris bahwa mereka harus mengubah pendekatan mereka terhadap perekrutan setelah Brexit.
"Mereka terlalu bergantung pada keterampilan rendah dan, terus terang, tenaga kerja murah dari Uni Eropa dan kami ingin mengakhirinya," katanya saat diwawancara dalam Sophy Ridge show.
Patel mengatakan dia akan menerima temuan-temuan dari laporan yang ditugaskan oleh Komite Penasihat Migrasi (MAC), yang akan diterbitkan minggu ini. MAC tengah meninjau ambang batas gaji minimum yang diusulkan sebesar 30.000 pound untuk pekerja migran yang telah mengkhawatirkan bisnis.
Pada hari Jumat, sebuah koalisi perusahaan meminta Patel untuk membentuk sistem imigrasi pasca-Brexit. Setelah terbiasa dengan pergerakan yang bebas selama beberapa dekade antara Inggris dan Uni Eropa, mereka prihatin dengan peningkatan retorika anti-imigran sejak pemungutan Brexit pada 2016. Industri seperti konstruksi, horeka, dan Layanan Kesehatan Nasional menghadapi risiko dari kurangnya pekerja asing terampil.