Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Semanggi I dan Semanggi II Bukan Pelanggaran HAM, Ketua Komisi III : Itu Kewenangan Yudikatif

Kasus Semanggi I dan Semanggi II terjadi pada medio 1998—1999 ketika mahasiswa bergerak menuntut mundurnya Presiden Soeharto kala itu. Peristiwa itu juga menandai berakhirnya  kekuasaan Soeharto selama 32 tahun dan dimulainya  orde reformasi.
Ketua Komisi III DPR Herman Hery/Antara
Ketua Komisi III DPR Herman Hery/Antara

Kabar24.com, JAKARTA — Jaksa Agung Burhanuddin dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR pekan lalu menyebut bahwa peristiwa penembakan yang menimbulkan korban mahasiswa yang dikenal dengan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, bukan pelanggaran HAM berat.

Kasus Semanggi I dan Semanggi II terjadai pada medio 1998—1999 ketika mahasiswa bergerak menuntut mundurnya Presiden Soeharto kala itu. Peristiwa itu juga menandai berakhirnya  kekuasaan Soeharto selama 32 tahun dan dimulainya  orde reformasi.

Pernyataan Jaksa Agung itu memunculkan perdebatan, khususnya para pegiat Hak Asasi Manusia (HAM).

Ketua Komisi III  DPR Herman Hery mengatakan bahwa Indonesia memiliki aturan ketatanegaraan dan konstitusi.

Dia menuturkan sebagai negara hukum, yang berhak menentukan kasus termasuk dalam kejahatan atau bukan adalah lembaga yudikatif seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

Dia menyampaikan secara jelas bahwa keputusan untuk menentukan kasus kejahatan ada di tangan lembaga yudikatif bukan legislatif. 

"Perlu saya tegaskan bahwa sebagai negara hukum, yang berhak menentukan sebuah kasus merupakan sebuah kejahatan atau bukan adalah lembaga yudikatif," katanya dikutip dari keterangan resminya, Senin (20/1/2020).

Untuk mengatasi polemik tersebut, Herman mengusulkan agar Komisi III DPR menggelar rapat bersama dengan Kejaksaan Agung, Komnas HAM, dan Kemenkopolhukam.

“Untuk menghindari polemik lebih lanjut, saya akan usulkan Komisi III untuk membuat rapat bersama antara Jaksa Agung, Komnas HAM, dan Menkopolhukam untuk membahas kasus ini hingga tuntas,” ungkapnya. 

Herman menjelaskan DPR sebagai sebagai lembaga legislatif tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan kasus tersebut.

Sebagai lembaga politik, legislatif hanya bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah atau aparat penegak hukum.

Dia pun mencontohkan, rekomendasi serupa sempat diberikan Komisi III DPR RI kepada Pimpinan DPR RI agar membuka kembali kasus Trisakti Semanggi I dan II, pada 2005.

"Jadi, rekomendasi DPR RI itu merupakan keputusan politik bukan merupakan keputusan hukum," papar Herman.

Hasil penyelidikan, Komnas HAM menyimpulkan dalam kasus Semanggi I, II dan Trisakti telah terjadi praktik Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crime Against Humanity) yakni praktik pembunuhan, perbuatan tidak berperikemanusiaan yang berlangsung secara sistematik, meluas dan ditujukan pada warga sipil. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper