Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikkarang Tbk., Bartholomeus Toto segera menjalani persidangan menyusul rampungnya proses penyidikan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (17/1/2020).
Penyidikan tersebut terkait dengan dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan hunian Meikarta di Kabupaten Bekasi.
"Hari ini dilakukan pelimpahan berkas, barang bukti dan tersanga BTO [Bartholomeus Toto] ke penuntutan tahap dua," ujar Plt juru bicara KPK Ali Fikri, Jumat.
Dengan pelimpahan tersebut, tim jaksa penuntut umum pada KPK memiliki waktu 14 hari untuk menyusun surat dakwaan sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Rencananya, lokasi sidang akan digelar di Pengadilan Negeri Bandung.
Sementara itu, Toto usai menjalani pemeriksaan penyidik mengaku bahwa dirinya telah menandatangani berkas penyidikan yang sudah dinyatakan P21 alias lengkap.
"Hari ini saya menandatangani berkas saya sudah P21. Kalaupun sampai saat ini, saya tidak mengerti apa yang ditersangkakan kepada saya," ujar Toto sebelum masuk mobil tahanan.
Toto siap membuktikan di pengadilan nanti bahwa dirinya tak turut campur dalam kasua suap yang juga menyeret nama Sekda Jabar nonaktif Iwa Karniwa.
"Saya meyakini, pimpinan KPK di bawah Pak Firli bersama Dewas akan memperhatikan kasus saya," tuturnya.
Toto ditetapkan sebagai tersangka pada Juli 2019 lalu karena diduga mengalirkan uang suap Rp10,5 miliar untuk mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk proses terbitnya surat izin peruntukan dan penggunaan tanah (IPPT) proyek Meikarta.
Mulanya, PT Lippo Cikarang Tbk [LPCK] berencana membangun kawasan pemukiman di wilayah Kabupaten Bekasi dengan luas sekitar 438 hektare yang akan dilaksanakan dalam tiga tahap.
Sebelum pembangunan tahap satu dengan luas 143 hektare dilakukan, diperlukan perizinan yang harus diperoleh seperti IPPT, Izin Prinsip Penanaman modal dalam negeri, dan Izin Lingkungan serta izin mendirikan bangunan (IMB).
Adapun untuk mengurus IPPT Meikarta tersebut, PT Lippo Karawaci Tbk yang tergabung pada Group Lippo menugaskan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, Bartholomeus Toto, Henry Jasmen, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama dari pihak pegawai PT Lippo Cikarang lainnya untuk melakukan pendekatan kepada Neneng Hasanah Yasin.
Kemudian, PT Lippo Cikarang Tbk mengajukan IPPT seluas 143 Ha. Setelah itu, pihak yang mewakili PT Lippo Cikarang melalui orang dekat bupati meminta sebuah pertemuan.
Pada April 2017, pihak yang mewakili PT Lippo Cikarang bertemu dengan Neneng di rumah pribadinya dan menyampaikan, "mohon bisa dibantu".
Lantas, Neneng menyanggupi dan meminta pihak LPCK berkomunikasi dengan orang dekatnya.
Dalam mengurus IPPT tersebut, Toto mendapat pesan bahwa Neneng selaku bupati Bekasi saat itu meminta agar izin diajukan secara bertahap. Tersangka Toto kemudian menyanggupi dan menjanjikan uang untuk pengurusan izin tersebut.
Pada Mei 2017, Neneng menandatangani Keputusan Bupati tentang IPPT dengan luas kurang lebih 846.356 m2 untuk pembangunan komersial area antara lain apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, hotel, perumahan dan perkantoran kepada LPCK.
Sementara itu, untuk merealisasikan janji pemberian suap sebelumnya, pegawai LPCK atas persetujuan tersangka Toto mengambil uang dari pihak LPCK di helipad Lippo Cikarang dengan jumlah total Rp10,5 miliar.
Setelah itu, uang tersebut diberikan pada Neneng Hasanah Yasin melalui orang kepercayaannya dalam lima kali pemberian baik dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan rupiah.
Atas perbuatannya, Toto disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.