Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gugatan UU BPJS : MK Minta 8 Kementerian Berembuk Lagi

Ketika proses pembentukan UU No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), delapan pimpinan kementerian itu merupakan wakil pemerintah yang membahas RUU dengan DPR

Kabar24.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) meminta delapan kementerian berembuk untuk memaparkan kembali skema transformasi PT Taspen (Persero) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Delapan kementerian itu adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial. Selanjutnya, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Ketika proses pembentukan UU No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), delapan pimpinan kementerian itu merupakan wakil pemerintah yang membahas RUU dengan DPR. Saat ini, materi beleid tersebut ihwal transformasi Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan diperkarakan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam sidang pemeriksaan, Kamis (16/1/2020), pemerintah hanya membacakan keterangan hasil rembukan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Keterangan tersebut dianggap MK belum komprehensif menjawab dalil para penggugat UU BPJS sehingga perlu dilengkapi.

“Pemerintah kumpulkan lagi semua kementerian yang terlibat dalam pembahasan ketika RUU ini dibahas di DPR. Supaya tahu betul apa sih sebetulnya yang terjadi terkait permohonan ini,” ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang di Jakarta, Kamis.

Menurut Saldi, penjelasan lengkap pemerintah diperlukan MK untuk dibandingkan dengan dalil permohonan. Para penggugat, misalnya, mengklaim penurunan manfaat program tabungan hari tua (THT) dan pembayaran pensiun bila kelak Taspen beralih ke BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).

Senada, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengingatkan kembali bahwa pelibatan delapan kementerian menggambarkan kompleksitas substansi RUU BPJS ketika itu. Namun, pemerintah belum mengelaborasi lebih jauh keterangan untuk menanggapi dalil para pemohon.

“Dulu ada delapan menteri ditunjuk Presiden dan RUU ini inisiatif DPR. Mungkin bisa dikordinasikan dengan kementerian terkait,” kata mantan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham ini.

UU BPJS digugat oleh 18 pensiunan pejabat negara maupun PNS aktif. Para pemohon menilai pengaturan pengalihan program THT dan pembayaran pensiun dari Taspen ke BPS Ketenagakerjaan paling lambat pada 2029 merugikan hak konstitusional mereka.

Dalilnya, manfaat finansial dari program THT dan pembayaran pensiun Taspen akan turun bila layanan tersebut beralih ke BPJS Ketenagakerjaan. Potensi penurunan manfaat tersebut diklaim merugikan hak warga negara atas jaminan sosial yang tercantum dalam UUD 1945.

Salah satu pemohon, mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Mohammad Saleh, mengaku mendapatkan manfaat pensiun Rp3,38 juta/bulan dari Taspen setelah 10 tahun membayar iuran ketika menjadi pejabat negara. Namun, manfaat pensiun bekas pejabat negara pasca-pengalihan Taspen berpotensi hilang karena masa membayar iuran ditambah menjadi minimal 15 tahun.

Untuk itu, para pemohon meminta MK membatalkan Pasal 57 huruf (f) dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS yang mengatur pengalihan layanan Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan.

Menanggapi gugatan itu, Direktur Litigasi Kemenkumham Ardiansyah membantah klaim kerugian konstitusional atas pemberlakuan objek gugatan. Di samping itu, tambah dia, transformasi Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan merupakan pilihan kebijakan pembentuk UU untuk menyelenggarakan jaminan sosial secara menyeluruh dan terpadu.

“Pilihan pembentuk UU tidak bertentangan dengan UUD 1945,” ujarnya saat membacakan keterangan pemerintah.

Meski demikian, Ardiansyah memastikan kesiapan pemerintah untuk melengkapi keterangan seperti diminta MK. Dia mengakui bahwa keterangan perdana tersebut hasil pembahasan tiga kementerian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper