Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyelidik KPK Gagal Masuk Kantor PDIP, Wakil Ketua KPK : Surat Tugas Lengkap

Gagalnya penyelidik KPK ke kantor PDIP disebut-sebut lantaran tidak dilengkapi surat tugas dari petugas KPK. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli membantahnya.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar/ ANTARA -Indrianto Eko Suwarso
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar/ ANTARA -Indrianto Eko Suwarso

Bisnis.com, JAKARTA - Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi gagal memasuki kantor DPP PDI-Perjuangan pada Kamis (10/1/2020), menyusul operasi tangkap tangan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Gagalnya penyelidik KPK ke kantor PDIP disebut-sebut lantaran tidak lengkapnya surat tugas dari petugas KPK. Namun, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli membantahnya.

"Surat tugasnya lengkap, tapi sekuriti [di PDIP] dia harus pamit ke atasannya. Ketika mau pamit ke atasannya [melalui] telepon itu tidak terangkat angkat oleh atasannya, karena lama mereka [petugas KPK] mau [mengunjungi] beberapa objek lagi, jadi ditinggalkan," kata Lili.

Lili mengatakan tujuan penyelidik KPK saat itu untuk menyegel ruangan di kantor yang berada di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat tersebut. 

Hal itu sekaligus meluruskan dugaan bahwa KPK tidak akan menggeledah ruangan di kantor tersebut mengingat harus melalui izin Dewan Pengawas.

"Itu memang karena bukan penggeledahan, tapi itu mau buat KPK Line, jadi untuk mengamankan ruangan," kata Lili.

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan Saeful selaku swasta.

Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang pada Rabu dan Kamis 8 - 9 Januari 2020.

KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani yang juga orang kepercayannya menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme penggantian antar waktu (PAW) untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.

Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat upaya agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai pengganti almarhum Nazarudin.

Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu tersebut. Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.

Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDIP.

Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur usai menjalani pemeriksaan intensif dalam waktu 1x24 jam.

Sementara tersangka lain, Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.

Tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama, Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.

Wahyu Setiawan dan Agustiani dikenai sangkaan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Harun Masiku dan Saeful disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper