Kabar24.com, JAKARTA — Terdakwa Romahurmuziy menilai ada keragu-raguan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntutnya selama 4 tahun penjara.
Mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu dituntut selama 4 tahun penjara karena dianggap terbukti menerima suap terkait dengan seleksi jabatan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag).
"Keragu-raguan terlihat dari tuntutan itu sendiri, karena tidak sesuai antara pasal yang dituntutkan dengan fakta-fakta persidangan," ujar Romahurmuziy alias Rommy usai menjalani sidang tuntutan, di Pengadilan Tipikor, Senin (6/1/2020).
Rommy juga menilai bahwa tuntutan jaksa KPK hanya menyalin dari surat dakwaan yang disusun sebelumnya tanpa melihat fakta persidangan sesungguhnya.
Dengan demikian, dia menyarankan agar ke depan KPK tidak perlu lagi melakukan pembuktian saksi-saksi karena hanya menyalin dari surat dakwaan.
"Ke depan sebaiknya tidak perlu ada pembuktian saksi-saksi itu. Dari dakwaan, langsung tuntutan saja, begitu. Sehingga tidak memboroskan biaya negara dan memenuhi asas perkara cepat, gitu loh," tuturnya.
Mantan anggota Komisi XI DPR itu juga menilai ada banyak imajinasi-imajinasi dalam dakwaan mengingat dalam fakta persidangan ada sesuatu yang tidak terbukti, akan tetapi tetap masuk sebagai tuntutan sehingga dia menilai tuntutan pada dirinya hanya salinan dari surat dakwaan.
Dia juga lantas menyindir KPK bahwa ke depan tidak perlu lagi pembuktian para saksi lantaran pola yang dipakai jaksa disebutnya diterapkan pada terdakwa lainnya.
"Dari seluruh rekan-rekan saya yang terdapat di rutan yang paling tidak sering begitu, ya. Dan sekaligus ini kemajuan untuk sektor hukum kita, kan, tidak perlu menghadirkan saksi-saksi langsung tuntutan saja begitu," katanya.
Rommy kemudian mempertanyakan apakah jika dirinya bukan sebagai ketua umum partai apakah perbuatan tersebut bisa dijadikan sebuah delik hukum atau tidak.
"Kalau itu tidak bisa, maka tidak ada relevansi kedudukan saya sebagai anggota DPR," kata dia.
Dia memandang adanya sasaran sebagai ketua umum partai saat itu untuk menjadikan peristiwa ini sebagai delik hukum yang dinilai ada kesengajaan untuk melakukan depolitisasi partai politik terhadap jabatan jabatan publik.
"Ketika saya hanya sebagai anggota DPR bukan ketua umum, peristiwa ini tidak akan didelikan. Tetapi karena saya ketua umum maka peristiwa ini didelikan sehingga memang agenda secara khusus untuk mengerdilkan Partai Persatuan Pembangunan juga kami catat secara seksama di dalam peristiwa ini," kata dia.
Rommy juga menuding bahwa peristiwa ini bukan peristiwa yang murni persoalan hukum. Dia memastikan ada agenda terselebung didalamnya tanpa argumentasi yang jelas.
Dalam perkara ini, Jaksa pada KPK sebelumnya menuntut Rommahurmuziy alias Rommy selama 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Selain itu, pidana tambahan berupa penuntutan hak politik selama 5 tahun usai menjalani pidana pokok. Rommy juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp46,4 juta subisider 1 tahun penjara selambat-lambatnya dibayarkan satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap.
Rommy dinilai jaksa terbukti bersalah menerima suap terkait dengan proses seleksi jabatan tinggi di Kementerian Agama.
Dia dianggap terbukti menerima suap dari mantan Kepala Kanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin Rp255 juta dan dari mantan Kepala Kanwil Kemenag Kabupaten Gresik Muhamad Muafaq Wirahadi Rp91,4 juta.
Adapun uang dari Muafaq tersebut sebagiannya sebesar Rp41,4 juta dipakai sepupunya Abdul Wahab untuk keperluan kampanye di DPRD Kab. Gresik.
Rommy diyakini jaksa melanggar Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, melanggar Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.