Bisnis.com, JAKARTA - Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, Monsignor Robertus Rubiyatmoko, menyayangkan munculnya kabar pelarangan perayaan Natal secara bersama-sama dan terbuka di Dharmasraya, Sumatera Barat.
"Menurut hemat saya larangan-larangan seperti itu tidak pada tempatnya," kata Rubiyatmoko seusai menemui Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, di Kepatihan, Yogyakarta, Senin (23/12/2019).
Menurut Rubiyatmoko, kabar mengenai pelarangan perayaan Natal secara bersama-sama tidak sepatutnya muncul di Indonesia sebagai negara yang menghayati dan menghargai nilai Bhineka Tunggal Ika.
"Sebenarnya semua orang bisa merayakan sesuai dengan agama dan imannya. Kemarin, Menteri Agama juga menyerukan soal ini," kata dia.
Mengenai alasan tidak adanya rumah ibadah umat Kristiani yang memicu munculnya dugaan pelarangan perayaan Natal itu, Rubiyatmoko berharap agar alasan itu dicermati dan dikaji kembali secara lebih teliti.
"Ini yang perlu kita lihat lebih teliti. Kita tidak bisa memberikan penilaian langsung tanpa melihat data-data yang konkret," kata dia.
Baca Juga
Sebelumnya, Kepala Bagian Humas Sekretariat Daerah Kabupaten Dharmasraya, Budi Waluyo, mengatakan, tidak ada larangan perayaan Natal di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung dan pemerintah setempat secara resmi tidak pernah mengeluarkan larangan terhadap warga untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing masing.
"Buktinya di beberapa titik perayaan Natal akan dilaksanakan, kalau memang ada larangan tentu semuanya kami larang. Masyarakat Dharmasraya menjunjung tinggi toleransi antarumat beragama," katanya.
Ia mengatakan pemerintah setempat menghargai kesepakatan antara tokoh masyarakat Nagari Sikabau dengan umat Kristen di Jorong Kampung Baru.
Dalam kesepakatan itu, lanjut dia, kedua belah pihak bersepakat dengan tidak adanya larangan melakukan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing di rumah masing-masing.
Namun jika harus melaksanakan ibadah yang sifatnya berjamaah atau mendatangkan jamaah dari tempat lain, maka harus dilakukan di tempat ibadah yang resmi, kata dia.
"Kita berupaya menghindari terjadinya konflik horizontal antara pemeluk Kristiani dengan ninik mamak Nagari Sikabau, sebagaimana pernah terjadi 1999 lalu, karena kalau ini terjadi akan merugikan kedua belah pihak," katanya.