Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU Omnibus Law : Pemerintah Tak Bisa Paksa DPR

Pemerintah tidak bisa memaksa DPR untuk menuntaskan RUU berkategori omnibus law mengingat konsep perundang-undangan tersebut baru dikenal dalam pranata pembentukan legislasi di Tanah Air.
Ilustrasi Rapat Paripurna DPR/ANTARA-Puspa Perwitasari
Ilustrasi Rapat Paripurna DPR/ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah tidak bisa memaksa DPR untuk menuntaskan RUU berkategori omnibus law mengingat konsep perundang-undangan tersebut baru dikenal dalam pranata pembentukan legislasi di Tanah Air.

Dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, pemerintah mengajukan tiga RUU berkonsep omnibus law ke DPR.

Ketiganya adalah RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, serta RUU tentang Ibu Kota Negara.

Secara khusus, Presiden Joko Widodo menargetkan RUU Cipta Lapangan Kerja dapat disahkan pada semester I/2020. Meski demikian, Senayan belum dapat menjamin percepatan penyelesaian calon beleid tersebut.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) M. Djadijono menjelaskan bahwa omnibus law merupakan konsep anyar buat DPR. Karena itu, dia pesimistis DPR dapat menyelesaikan RUU omnibus law perdana seperti keinginan pemerintah.

“Kalau DPR tak memahami hal itu dan jalan sendiri, sebetulnya sulit,” katanya seusai konferensi pers di Jakarta, Kamis (19/12/2019).

Djadijono mengingatkan kembali bahwa produktivitas DPR untuk menggarap RUU model normal saja tidak tercapai. Sekalipun RUU omnibus law adalah usulan pemerintah, tetap saja DPR membutuhkan waktu untuk beradaptasi.

DPR, tambah Djadijono, memiliki kewenangan lebih besar dari pemerintah dalam pembentukan UU. Secara kelembagaan pun, pemerintah tidak etis memaksakan kehendaknya kepada DPR.

Menurut Djadijono, kewenangan mutlak pemerintah dalam legislasi hanyalah pada pembentukan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu). Namun, produk hukum tersebut pun tetap harus meminta persetujuan DPR agar sah menjadi UU.

“Saya tak yakin RUU omninus law selesai tahun depan meskipun Presiden ngotot. Pemerintah tak bisa memaksa DPR seperti halnya DPR tak bisa memaksa-maksa pemerintah,” ujarnya.

Omnibus law pun terbukti belum menjadi paradigma baru dalam penyusunan RUU di DPR. Sebagaimana diketahui, konsep tersebut memungkinkan revisi norma-norma dalam berbagai UU hanya lewat satu UU saja.

RUU Cipta Lapangan Kerja, misalnya, digadang-gadang bakal merevisi 82 UU. Sementara itu, RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian akan mengamandemen tujuh UU bidang perpajakan.

Peneliti Formappi Lucius Karus berpendapat omnibus law mestinya bermuara pada penyederhanaan rencana regulasi. Faktanya, DPR tetap mengobral 248 RUU dalam Prolegnas 2020-2024.

Dari 248 RUU, sebanyak 120 RUU merupakan usulan DPR. Jumlah itu lebih banyak dari 44 RUU inisiatif pemerintah maupun 23 RUU usulan DPD.

“Dengan semangat omnibus law, prolegnas dan prolegnas prioritas tak perlu banyak dengan RUU baru. Justru bisa digabungkan satu saja,” ujarnya di tempat yang sama.

Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani menuturkan bahwa omnibus law merupakan konsep baru bagi lembaganya maupun pemerintah. Karena itu, eksekutif dan legislatif membutuhkan waktu untuk pembahasan komprehensif.

“Sehingga dapat menghasilkan produk legislasi yang solid dan berkualitas,” tutur Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper