Kabar24.com, JAKARTA — Upaya kasasi mantan Menteri Sosial Idrus Marham dalam perkara suap proyek kerja sama PLTU Mulut Tambang Riau-1 dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung dalam putusannya memotong hukuman mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menjadi 2 tahun penjara.
"Kabul," tulis amar putusan dikutip dari situs Mahkamah Agung pada Selasa (3/2/2019).
Putusan kasasi Idrus Marham diputuskan oleh majelis Hakim Agung Suhadi, Krisna Harahap dan Abdul Latief pada Senin (2/12/2019).
Putusan tersebut membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat hukuman bagi Idrus Marham atas vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Saat vonis di Pengadilan Tipikor, Idrus dihukum 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. Lalu, Pengadilan Tinggi DKI menjatuhkan vonis lebih berat menjadi 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Idrus Marham sebelumnya terbukti menerima suap senilai Rp2,25 miliar dari pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.
Idrus bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih sekaligus Anggota Fraksi Golkar menerima aliran dana guna membantu Johannes B. Kotjo untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Kendati tak menikmati hasil uang korupsi tersebut, namun Idrus mengetahui adanya penerimaan uang Rp4,75 miliar dari Kotjo untuk Eni.
Hal itu termasuk soal permintaan bantuan uang Eni ke Kotjo guna membantu kepentingan Pilkada suaminya M. Al Khadziq di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Dia juga turut membantu Eni mengawal proyek PLTU Riau-1 saat menjabat Plt Ketua Umum Golkar menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus KTP elektronik.
Selain itu, dalam beberapa kesempatan juga Eni menemui sejumlah pihak bersama Idrus untuk memuluskan proyek PLTU Riau-1 tersebut.
Idrus kemudian mengarahkan Eni untuk meminta uang US$2,5 juta kepada Kotjo untuk digunakan keperluan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar pada 2017. Dalam struktur kepanitiaan, Eni menjabat sebagai Bendahara.