Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Pangkas Daftar Negatif Investasi

Pemerintah China mengeluarkan sejumlah item dari daftar negatif investasinya seiring dengan upaya untuk memperbaiki lingkungan bisnis di tengah ekonomi yang melambat.
Properti China./.Bloomberg
Properti China./.Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah China mengeluarkan sejumlah item dari daftar negatif investasinya seiring dengan upaya untuk memperbaiki lingkungan bisnis di tengah ekonomi yang melambat.

Diterbitkan oleh Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC), daftar negatif tersebut menetapkan industri-industri yang kegiatan-kegiatannya, baik oleh investor dalam negeri maupun asing, dibatasi ataupun dilarang.

Sementara itu, industri-industri yang tidak masuk dalam daftar itu terbuka untuk investasi dan tidak memerlukan persetujuan pemerintah.

Daftar tersebut, yang pertama kali diluncurkan pada 2018, berbeda dari daftar negatif untuk investasi asing yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan China.

Sebagian besar dari 20 item yang dihapuskan dari daftar itu pada Jumat (22/11/2019) merupakan hasil reklasifikasi dan penggabungan beberapa item.

Misalnya, tidak lagi diperlukan persetujuan pemerintah untuk mendirikan fasilitas perawatan lansia dan lembaga kesejahteraan sosial lainnya, ataupun menjalankan sekolah untuk mengemudi truk.

“Pemerintah akan lebih lanjut mengurangi hambatan-hambatan masuk pasar untuk sektor-sektor jasa di masa depan,” tutur NDRC dalam pernyataannya, seperti dilansir melalui Reuters.

Terbebani oleh permintaan global yang melambat dan perang dagang dengan Amerika Serikat, produk domestik bruto (PDB) China tumbuh hanya 6,0 persen year-on-year pada kuartal III/2019.

Capaian ini lebih rendah dari pertumbuhan pada kuartal sebelumnya sebesar 6,2 persen sekaligus menjadi laju terlemahnya dalam hampir tiga dekade.

Kinerja pada kuartal ketiga tersebut juga berada di ujung bawah target pertumbuhan ekonomi secara full year oleh pemerintah sebesar 6,0 persen – 6,5 persen serta lebih rendah daripada prediksi analis dalam survei Reuters sebesar 6,1 persen.

Suramnya data ekonomi dalam beberapa bulan terakhir telah menyoroti permintaan yang lebih lemah di dalam dan luar negeri. Sebagian besar analis mengatakan ruang lingkup untuk stimulus yang agresif tampak terbatas dalam ekonomi yang sudah terbebani dengan tumpukan utang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper