Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pengawasan Persaingan Usaha atau KPPU melanjutkan penelitian terhadap kasus dugaan monopoli pembayaran parkir menggunakan OVO di beberapa pusat perbelanjaan yang terafiliasi dengan Grup Lippo.
Hingga kini, KPPU mengungkapkan penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memperoleh kejelasan informasi dan mengungkapkan fakta berdasarkan laporan masyarakat terkait penggunaan sistem pembayaran elektronik tersebut sebagai media pembayaran tunggal di lahan parkir yang tersebar di ratusan pusat perbelanjaan yang berafiliasi dengan grup bisnis tersebut.
Juru bicara KPPU Guntur Syahputra Saragih menjelaskan bahwa penelitian tersebut diharapkan rampung jelang akhir bulan ini setelah diperpanjang selama sebulan sejak Oktober lalu.
Tim yang bertugas, lanjutnya, akan melaporkan perkembangan penelitian tersebut kepada para pimpinan komisi dalam rapat komisioner.
“Kami anggap masih butuh waktu untuk mengumpulkan data terkait pembayaran parkir di pusat perbelanjaan menggunakan OVO. Kami tengah meneliti ada tidaknya pelanggaran dalam bentuk perilaku diskriminatif sehingga membatasi pelaku usaha lain untuk masuk ke dalam pola bisnis jenis ini,” ujarnya, Selasa (19/11/2019).
Dalam tahap penelitian, KPPU akan mengejar satu alat bukti kuat terkait dugaan tindakan diskriminatif tersebut. Selanjutnya, jika ditemukan alat bukti yang dimaksud, maka perkara itu akan ditingkatkan statusnya ke proses penyelidikan untuk mencari minimal tiga alat bukti.
Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, komisi antipersaingan usaha tersebut mengaku tengah mendalami sistem pembayaran parkir di 150 pusat perbelanjaan milik grup Lippo di seluruh Indonesia.
Hal itu dilakukan menyusul laporan masyarakat yang menyebut OVO menjadi satu-satunya alat pembayaran elektronik yang bisa digunakan oleh konsumen di tempat parkir pada pusat perbelanjaan milik grup Lippo tersebut.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan Usaha (LKPU) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dita Wiradiputra mengatakan bahwa sebenarnya sinergi antarentitas pada sebuah grup usaha merupakan hal yang lumrah.
“Cuma yang perlu diperhatikan adalah apakah tindakan sinergi itu mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Perlu dilakukan pembuktian apakah tindakan yang dilakukan oleh entitas itu berdampak pada persaingan usaha yang tidak sehat. Jadi tidak sejak sehat, secara otomatis praktik diskriminasi itu berarti salah,” terangnya.
Karena itu, menurutnya, sebagai lembaga yang bertugas menegakkan hukum persaingan usaha, KPPU harus bisa membuktikan bahwa praktik sinergi itu bermasalah karena mengakibatkan pelaku usaha lain tidak memiliki akses untuk masuk ke pasar itu.
KPPU sebelumnya juga melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran persaingan usaha, berupa perilaku diskriminatif terhadap mitra pengemudi PT Transportasi Pengangkutan Indonesia (TPI) yang terafiliasi dengan Grab.
Bahkan dalam kasus di mana Grab Indonesia diduga melanggar Pasal 14 dan 19 huruf d karena memprioritaskan order bagi mitra di bawah PT TPI di Medan, Sumatra Utara, KPPU mulai menyidangkan perkara tersebut. Persidangan kasus itu dijadwalkan berlangsung di Medan pekan ini.