Bisnis.com, JAKARTA – Bentrokan sengit antara polisi anti huru-hara dan mahasiswa di sejumlah universitas di Hong Kong memaksa pihak kampus menghentikan aktivitas belajar mengajarnya.
Pada Selasa (12/11/2019) waktu setempat, setelah sempat terhenti sesaat, polisi menembakkan gas air mata dan mengubah Chinese University of Hong Kong, salah satu universitas top di kota itu menjadi medan perang penuh asap.
Meski sejumlah universitas yang disubsidi pemerintah Hong Kong memiliki sejarah panjang aksi politik seperti halnya universitas lain di penjuru dunia, protes yang mencengkeram Hong Kong selama lima bulan terakhir telah memunculkan pertempuran yang belum pernah terjadi sebelumnya di kampus.
Situasi di beberapa kampus mencekam dalam beberapa hari terakhir karena kobaran kemarahan atas laporan meninggalnya seorang mahasiswa pada 8 November akibat luka yang diderita sebelumnya di tengah tindak operasi pembubaran oleh kepolisian.
Para pengunjuk rasa memblokir jalan di dekat kampus-kampus seperti University of Hong Kong, Hong Kong Baptist University, Hong Kong Polytechnic University, dan City University of Hong Kong.
"Saya tidak tahu bagaimana saya bisa mengajar dengan berpura-pura bahwa situasinya berjalan normal di titik ini,” ungkap Lokman Tsui, asisten profesor bidang Jurnalisme dan Komunikasi di CUHK, dikutip dari Bloomberg.
Sean Kenji Starrs, asisten profesor hubungan internasional di City University, bahkan mengatakan kampusnya telah berubah menjadi "medan pertempuran".
Pada Rabu (13/11/2019), beberapa universitas menyatakan akan menghentikan kelas hampir sepanjang pekan ini dan membatalkan upacara-upacara kelulusan.
Baptist University mengatakan membatalkan kelas-kelas kampus selama dua pekan terakhir semester, sedangkan CUHK menuturkan telah menangguhkan semua kelas untuk sisa semester ini.
Selama sepekan terakhir, polisi telah menyerbu banyak kampus dan menembakkan gas air mata. Dalam sebuah pernyataan, pihak kepolisian mengatakan bahwa para petugas "tidak punya pilihan selain mengerahkan pasukan yang diperlukan”.
Menurut mereka demonstran telah melemparkan batu bata, bom bensin, panah, dan laser pada petugas polisi, sehingga membahayakan pejalan kaki dan menghambat layanan-layanan darurat.
Para pembesar universitas telah terperangkap di antara tuntutan pemerintah untuk mencegah aksi protes dan harapan dukungan dari sebanyak 324.000 mahasiswa di kota itu.
Pada Rabu (13/11) malam, Pengadilan Tinggi menolak permohonan untuk menghentikan polisi agar tidak memasuki kampus Chinese University, lapor Radio Television Hong Kong.
Penasihat mahasiswa berpendapat masuknya polisi ke dalam kampus telah memicu bentrokan. Di lain pihak, menurut laporan itu, penasihat pemerintah mengatakan para siswa dan pengunjuk rasa melemparkan bom bensin dan batu bata.
“Kampus bukan tempat yang kebal hukum,” dalih Kepala Inspektur Hubungan Masyarakat Tse Chun-chung kepada wartawan pada Rabu. Sebanyak 850 mahasiswa universitas dikatakan telah ditangkap sejak aksi protes dimulai pada Juni.
Pendidik di sejumlah universitas berupaya memahami dan mengakomodasi siswa yang tidak masuk kelas karena aksi protes. Dalam beberapa kasus, mereka memutuskan untuk memberikan catatan kelas dan menawarkan konseling.
Lalu apakah kelas-kelas akan kembali berjalan dalam waktu dekat?
“Saya tidak yakin,” ucap Ivan Choy, yang telah mengajar ilmu politik dan pemerintahan di CUHK selama 16 tahun. Banyak mahasiswa disebut mengalami trauma. "Kami belum pernah melihat dampak secara psikologis atau emosional pada siswa dengan skala seperti ini.”