Kabar24.com, JAKARTA — Anak dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bernama Yamitema T. Laoly, tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (11/11/2019).
Dia sedianya diperiksa sebagai saksi dengan kapasitasnya selaku Direktur PT Kani Jaya Sentosa terkait dugaan suap proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan pada 2019.
"Surat panggilan belum sampai kepada yang bersangkutan dan pemeriksaan mudah-mudahan dijadwalkan ulang besok," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Chrystelina GS, Senin.
Dengan demikian, Chrystelina tidak bisa memperinci apa yang sebetulnya akan digali tim penyidik kepada Yamitema, termasuk soal dugaan aliran dana atau hal lainnya.
Namun, kata dia, KPK memastikan bahwa surat pemeriksaan panggilan sebagai saksi sudah dikirimkan pada Yamitema.
"[Kami] sudah mengirimkan tetapi memang belum sampai ke alamat yang bersangkutan. Diinformasikan kepada kami seperti itu saja [surat belum diterima]" ujarnya.
Namun demikian, hari ini penyidik berhasil menggali keterangan dari Rita Maharani selaku istri dari tersangka Wali Kota Medan nonaktif Tengku Dzulmi Eldin.
Menurut Chrystelina, Rita rampung diperiksa penyidik sebagai saksi untuk tersangka Kepala Dinas PUPR Kota Medan nonaktif, Isa Ansyari.
"Penyidik mendalami informasi seputar perjalanan dinas ke Jepang yang diikuti saksi serta siapa-siapa saja pihak yang membiayai perjalanan dinas tersebut," kata Chrystelina.
Adapun Rita usai diperiksa penyidik KPK tidak berkata apapun terkait materi pemeriksaan. Dia begegas meninggalkan Gedung Merah Putih KPK.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin dan dua orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan Pemkot Medan tahun 2019.
Dua tersangka lainnya yakni, Kepala Dinas PUPR Kota Medan, Isa Ansyari dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar.
Penetapan Dzulmi sebagai tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK yang digelar di Medan pada Selasa hingga Rabu (15-16/10) dan menjaring tujuh orang.
Dzulmi diduga menerima setoran dari kepala dinas Pemkot Medan yang disinyalir untuk menutupi biaya perjalanan dinasnya ke Jepang, yang juga diikuti keluarganya.
Selain itu, atas pengangkatan seseorang atas nama Isa Ansyari menjadi Kepala Dinas PUPR Pemkot Medan.
Dzulmi Eldin diduga menerima sejumlah pemberian uang dari Isa sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Penerimaan juga kembali terjadi bertahap masing-masing senilai Rp50 juta, Rp200 juta dan Rp200 juta.
Dzulmi Eldin dan Syamsul Siregar disangkakan KPK melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Isya Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.