Bisnis.com, JAKARTA - Aksi protes di Hong Kong memicu kekhawatiran terhadap perusaah di seluruh dunia, mulai dari penjual jam tangan mewah dari Swiss hingga peternak ayam ras di Mississippi.
Sebuah alat kecerdasaan buatan (artificial intelligence/AI), yang dilatih oleh Bloomberg News untuk menarik ribuan informasi dari analis dan investor secara kuartalan, mengungkapkan bahwa aksi demonstrasi pro-demokrasi di kota itu menekan perusahaan-perusahaan yang menjual semua jenis barang konsumen.
Dari sekitar 2.500 transkrip hasil panggilan telepon yang dilakukan selama Oktober, a.l. model terebut mengidentifikasi lusinan contoh diskusi terkait aksi protes protes di antara para pelaku bisnis mulai dari produk perawatan kulit hingga perekrutan karyawan.
Dampak luas dari protes tersebut mencerminkan peran besar Hong Kong sebagai gerbang pembuka jalan bagi konsumen China.
Konsumen berbondong-bondong datang ke Hong Kong untuk memanfaatkan pajak konsumsi nol persen dan berbagai produk impor global, mulai dari tas mewah hingga susu formula.
Sekarang, protes tersebut memicu peralihan bisnis global dari Hong Kong karena kunjungan wisatawan China, segmen wisata terbesar kota itu, terus berkurang.
Andre Hoffmman, wakil direktur dari perusahaan perawatan kulit kelas atas, L'Occitane, mengatakan bahwa untuk beberapa waktu terakhir, Hong Kong merupakan pasar yang menantang, ditambah lagi dengan kegiatan pariwisata yang menurun.
"Tetapi kami melihat adanya pertumbuhan yang sangat kuat di China, Korea, dan Makau, jadi saya pikir sebagian dari bisnis sedang beralih ke negara-negara lain di kawasan ini," katanya, dikutip melalui Bloomberg, Rabu (6/11/2019).
Beberapa eksekutif juga mengatakan bahwa apapun bagaimanapun aksi protes berakhir, pukulan terhadap peran Hong Kong sebagai pusat konsumsi untuk wilayah Asia kemungkinan akan bertahan lama.
Ekonomi Hong Kong telah merosot ke dalam resesi teknis dan pertumbuhan selama setahun penuh diperkirakan sangat mungkin menyentuh angka negatif.
Di sisi lain, prospek bisnis Hong Kong terus menurun sampai dengan Oktober, dengan indeks manajer pembelian, menurut data IHS Markit, untuk seluruh ekonomi turun menjadi 39,3.
CFO InterContinental Hotels Group Plc. Paul Edgecliffe-Johnson, mengatakan kegiatan bisnis tidak dapat kembali seperti semula sesaat setelah aksi protes selesai.
"Hong Kong kemungkinan harus menanggung tekanan yang lebih lama, tidak hanya dari segi volume bisnis, tapi juga dari segi profitabilitas," kata CFO LVMH Jean-Jacques Guiony, beberapa waktu lalu.
Para penjual ritel dan operator hotel mengalami kerugian paling parah ketika bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi membekukan beberapa sudut kota setiap akhir pekan.
Penjualan ritel berdasarkan nilai turun sebesar 18,3% pada September, dibandingkan dengan penurunan sebesar 22,9% pada Agustus.
Menurut data dari Hong Kong Tourism Board, tingkat hunian hotel hanya 63% pada September, 23% lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Penjualan produk-produk seperti obat-obatan, makanan bayi dan kebutuhan sehari-hari lainnya turut mengalami penurunan.
Hal ini terjadi bersamaan dengan turunnya jumlah wisatawan China yang datang ke Hong Kong untuk membeli barang yang akan dijual kembali di mainland.
Kedatangan wisatawan dari daratan China ke Hong Kong turun 35% pada September dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya.
Data yang dikumpulkan AI Bloomberg ini juga menyebutkan Taipan properti Hong Kong, dengan pengaruhnya terhadap keberlangsungan ekonomi dan politik di Hong Kong telah dikutip sebagai faktor yang memperparah aksi protes, tidak banyak membantu ritel yang menderita.
Sewa untuk lokasi properti jalan raya di Hong Kong turun 10,5% pada kuartal ketiga, dibandingkan dengan 3 bulan sebelumnya, kontraksi terbesar dalam lebih dari 2 dekade, menurut penasihat real estat CBRE Group Inc.
Namun, pada saat yang sama, sewa pusat perbelanjaan bergerak stagnan.
"Kami telah bersikap sangat agresif agar penyewa di Hong Kong dapat memberikan potongan sewa. Para pemilik tanah/properti tidak banyak membantu. Tapi kami akan terus mencoba, meskipun belum efektif untuk saat ini," kata Hoffmann.
Bagi analis dan investor yang menggunakan data yang diperbaharui setiap kuartal untuk menarik informasi dari para eksekutif, kepastian tentang topik khusus ini sulit dipahami.
"Sungguh, kami tidak tahu bagaimana sisa tahun ini akan berjalan," kata Cindy Chow, CEO Mapletree North Asia Commercial Trust, beberapa waktu lalu.
Dana investasi real estat yang berbasis di Singapura ini hampir 70% dihasilkan dari pendapatannya di Hong Kong. Mapletree juga memiliki sebuah pusat perbelanjaan di Hong Kong yang terpaksa ditutup selama tiga hari selama kerusuhan sedang berlangsung.