Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Jokowi dinilai sengaja membuat langkah-langkah antisipatif untuk menghindari benturan kepentingan politik di kabinet.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai tujuh perintah presiden untuk Kabinet Indonesia Maju yang salah satunya hanya ada visi dan misi presiden dan wakil presiden merupakan langkah antisipasi adanya benturan kepentingan politik.
Adanya perintah presiden yang menyatakan tidak ada visi misi menteri merupakan sinyal kuat agar para menteri di Kabinet Indonesia Maju sejalan dan mengutamakan kepentingan rakyat dibanding lainnya, kata Emrus saat dihubungi di Jakarta, Jumat (25/10/2019).
Emrus mengkhawatirkan jika tidak ada ketegasan larangan visi dan misi menteri, para politisi tersebut bisa saja "membungkus" kepentingan partai politik mereka di kementerian yang dipimpinnya.
Akibatnya, visi dan misi yang telah digagas Presiden Joko Widodo untuk lima tahun ke depan tidak terealisasi dengan maksimal karena adanya benturan kepentingan tadi.
Selain itu, kata dia, para menteri yang ditunjuk Presiden harus menyadari posisi mereka sebagai pembantu kepala negara dalam menjalankan amanah rakyat. Sehingga, penegasan larangan visi misi tersebut merupakan langkah positif.
"Menteri itu kan pembantu di Undang-Undang Dasar kita menyebut pembantu. Jadi mohon maaf harus dengan sadar betul teman-teman menteri itu, harus meresap dalam hati dan pikiran mereka adalah pembantu presiden," katanya.
Atas dasar tersebut ia berpandangan pernyataan Presiden Joko Widodo tidak ada visi misi menteri merupakan suatu langkah tepat untuk membangun Indonesia yang maju.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan tujuh perintah yang harus dilaksanakan para menteri usai dilantik. Poin tersebut yaitu jangan korupsi, tidak ada visi misi menteri, kerja cepat, keras dan produktif.
Kemudian, jangan terjebak rutinitas yang monoton, kerja berorientasi pada hasil nyata. Selalu cek masalah di lapangan dan temukan solusinya. Terakhir semuanya harus serius dalam bekerja.