Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi China Melambat, Seberapa Besar Dampak Pada Dunia?

Produk domestik bruto (PDB) China untuk periode Juli hingga September tumbuh sebesar 6% secara tahunan, pada laju yang paling lambat sejak awal 1990-an, dan lebih rendah dari proyeksi 6,1%.
Ilustrasi produk buatan China/Istimewa
Ilustrasi produk buatan China/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Laju investasi China yang melemah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi berlanjut pada kuartal ketiga. Hal itu turut memberikan ujian ketahanan pada ekonomi global untuk pertama kalinya sejak resesi 2009.

Produk domestik bruto (PDB) China untuk periode Juli hingga September tumbuh sebesar 6% secara tahunan, pada laju yang paling lambat sejak awal 1990-an, dan lebih rendah dari proyeksi 6,1%.

Kabar baiknya, output pabrik mengalami peningkatan dan penjualan ritel bertahan di tengah daya beli yang sedikit melemah. Namun, lesunya pertumbuhan investasi tetap menjadi kekhawatiran yang perlu ditindaklanjuti.

Seperti dilansir Bloomberg, para pembuat kebijakan di Beijing nampaknya sengaja membiarkan ekonomi terbesar kedua dunia tersebut terus bergerak ke bawah di tengah upaya mereka untuk meluruskan sistem keuangan dan menahan pertumbuhan kredit yang berlebihan.

Pada saat yang sama, Beijing hingga saat ini masih berada di tengah perang dagang dengan Amerika Serikat yang secara langsung meredupkan kepercayaan diri pelaku usaha dan investor. Dengan penurunan ekspor ke AS yang diperkirakan akan terus berlanjut jika tarif tetap berlaku, ekonomi China akan terus tertekan karena tekanan deflasi menekan laba perusahaan.

"Ekonomi China sedang berhadapan dengan hambatan eksternal dan internal," kata Frederic Neumann, co-head penelitian ekonomi Asia di HSBC Holdings Plc, Hong Kong, dikutip melalui Bloomberg, Jumat (18/10).

Menurut Neumann, kontraksi ekspor China beberapa waktu belakangan akibat permintaan global yang melemah serta kenaikan tarif impor AS. Meskipun sejumlah stabilisasi mulai terlihat dari angka penjualan ritel dan produksi industri pada September, tingkat permintaan secara keseluruhan masih lemah, menggambarkan kondisi kredit yang masih relatif ketat.

Pada September, output pabrik naik sebesar 5,8%, penjualan ritel meningkat 7,8%, sedangkan investasi naik 5,4% dalam sembilan bulan pertama. Perlambatan yang terjadi di China memicu pemesanan ke pasar dunia yang lebih rendah sehingga surplus perdagangannya menjadi lebih tinggi dan menyeret pertumbuhan ekonomi global.

Kondisi ini akan memberikan dampak signifikan terhadap mitra dagang utama China, dari negara maju seperti Jerman hingga negara pemasok komoditas. Pekan ini para pembuat kebijakan global, termasuk Gubernur Bank Sentral China (PBOC) akan bertemu pada pertemuan tahunan IMF di Washington.

Fokus utama pertemuan tahun ini adalah prospek pertumbuhan ekonomi global yang kembali dipangkas oleh IMF untuk kelima kalinya, berada pada laju ekspansi yang paling lambat dalam satu dekade terakhir.

Perlambatan jangka panjang dipastikan akan menjadi tantangan bagi perusahaan yang melakukan bisnis di China saat ini, di mana pertumbuhan penjualan yang tinggi tidak pernah terjadi.

Penyuling asal Perancis, Pernod Ricard SA, mengatakan pertumbuhan di China melambat menjadi 6% dalam tiga bulan terakhir, kurang dari seperempat dari periode yang sama tahun sebelumnya.

PENJUALAN STAGNAN

Nestle SA mengatakan penjualan di Negeri Bambu itu stagnan selama sembilan bulan pertama, sementara Unilever mengatakan bisnis di China sedikit melambat dalam beberapa waktu terakhir.

Di sisi lain, para investor sedang menunggu konfirmasi lebih lanjut tentang pelonggaran kebijakan perdagangan antara China dengan AS. Antusiasme muncul setelah kesepakatan parsial yang dicapai antara negosiator di Washington pekan lalu dan kemungkinan pengesahannya bulan depan oleh kedua presiden dari masing-masing negara.

Kementerian Perdagangan China pada Kamis (17/10), mengisyaratkan bahwa Beijing masih mendesak penghapusan semua tarif yang diberlakukan oleh AS sejak perang perdagangan dimulai, konsesi yang saat ini belum tercapai.

Larry Hu, Kepala Ekonom China di Macquarie Securities Ltd, Hong Kong, mengatakan bahwa ekonomi China dipastikan akan melambat lebih lanjut dengan kebijakan yang berlaku saat ini.

"Dengan kurangnya permintaan, pemerintah harus menciptakan lebih banyak kebutuhan melalui pengeluaran infrastruktur. Kesepakatan dagang bukan pengganti untuk meningkatkan stimulus," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper