Bisnis.com, JAKARTA—Bank China Construction Bank Indonesia (CCB) dan pengusaha Tomy Winata (TW) tidak mempunyai hak mengklaim piutang PT Geria Wijaya Prestige (GWP), pemilik dan pengelola Hotel Kuta Paradiso di Bali.
Demikian salah satu amar putusan majelis hakim yang diketuai Riyanto Adam Pontoh dalam sidang pembacaan putusan perkara perdata Nomor 555/Pdt.G/2018/PN Jkt. Utr, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (15/10/2019).
Hadir dalam pembacaan putusan, antara lain kuasa hukum penggugat (Fireworks Ventures Limited) dari kantor hukum Berman Sitompul & Partners, kuasa hukum TW (tergugat II) dari Kantor Hukum Maqdir Ismail, turut tergugat (PT GWP) dari Boyamin Saiman Law Firm, sedangkan kuasa hukum Bank CCB dari Kantor Pengacara Otto Hasibuan tidak tampak.
Selain menyatakan bahwa tergugat I ( Bank CCB) dan tergugat II (TW) telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap penggugat (Fireworks Ventures Limited), majelis hakim juga menyatakan kedua tergugat tidak mempunyai hak atas piutang turut tergugat (PT GWP) yang berasal dari Perjanjian Kredit No. 8, tanggal 28 November 1995.
“Tergugat I maupun tergugat II tidak mempunyai hak atas piutang yang berasal dari Perjanjian Kredit No. 8 tanggal 28 November 1995,” kata hakim ketua Riyanto Adam Pontoh.
Dalam putusannya, majelis hakim juga memerintahkan Bank CCB menyerahkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 204, 205 dan 207 atas nama PT GWP serta Sertifikat Hak Tanggungan No. 286 dan 962 yang diterbitkan di atasnya diserahkan kepada penggugat (Fireworks Ventures Limited).
Baca Juga
Selebihnya, majelis hakim menghukum tergugat I dan II membayar secara tanggung renteng atas kerugian materiil yang diderita penggugat. Majelis hakim menilai penggugat sebagai pembeli yang beritikad baik atas piutang (aset kredit) PT GWP.
Atas putusan tersebut, Maqdir Ismail yang dihubungi terpisah, menyatakan akan mempertimbangkan mengajukan banding dengan terlebih dulu berkomunikasi dengan kliennya, sedangkan Otto Hasibuan tidak memberikan respons ketika dihubungi lewat telepon maupun aplikasi pesan singkat Watshaap.
Seperti diketahui, dalam gugatannya Fireworks Ventures Limited pada intinya meminta majelis hakim membatalkan Akta Pengalihan Piutang (Cessie) dan Akta Kesepakatan Harga tertanggal 12 Februari 2018 antara Bank CCB selaku penjual dan TW selaku pembeli, karena hal itu dinilai sebagai perbuatan melawan hukum.
Tak Berhak
Fireworks menilai Bank CCB tidak punya hak hukum lagi untuk mengalihkan piutang tersebut, karena sebagai anggota tujuh kreditur sindikasi PT Geria Wijaya Prestige (GWP), Bank CCB (dulu Bank Multicor) telah turut menandatangani akta Kesepakatan Bersama tanggal 8 November 2000 yang pada intinya menyerahkan kewenangan penyelesaian pengurusan piutang sindikasi PT GWP kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Akta Kesepakatan Bersama oleh dan antara Bank Multicor, Bank Arta Niaga Kencana, Bank Finconesia, Bank Indovest (Dalam Likuidasi), BPPN yang bertindak untuk dan atas nama Bank PDFCI, Bank Dharmala, Bank Rama, serta Bank Danamon Indonesia yang secara tegas menyatakan dirinya selaku pengambil alih Bank PDFCI yang bertindak selaku agen telah memberikan kewenangan kepada BPPN untuk melakukan pengurusan penyelesaian utang debitur yang timbul dari Perjanjian Kredit No. 8 tanggal 28 November 1995 dengan menggunakan kewenangan yang dimiliki BPPN berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 1999 Tentang BPPN.
Berman Sitompul, kuasa hukum Fireworks, mengatakan BPPN telah melaksanakan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Kesepakatan Bersama tersebut dengan melakukan pengalihan kepada PT Millenium Atlantic Securities (MAS) atas seluruh tagihan (piutang) PT GWP berdasarkan Akta Perjanjian Pengalihan Piutang (Cessie) Nomor 67 tanggal 23 Februari 2004 setelah PT MAS membeli piutang tersebut dalam Program Penjualan Aset-aset Kredit (PPAK) VI yang digelar BPPN pada 2004. Kemudian, pada 17 Januari 2005, PT MAS mengalihkan hak tagih atas piutang PT GWP itu kepada Fireworks melalui Akta Cessie Nomor 65.