Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surati DPR, KPK Minta Tunda Pengesahan Revisi UU KPK

Surat tersebut telah dikirim siang hari ini dengan sejumlah permintaan dari KPK termasuk soal penundaan pengesahan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah/Antara
Juru Bicara KPK Febri Diansyah/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melayangkan surat resmi ke DPR agar menunda pengesahan Revisi Undang-Undang No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku surat tersebut telah dikirim siang hari ini dengan sejumlah permintaan dari KPK termasuk soal penundaan pengesahan.

"Pada pokoknya meminta DPR agar menunda pengesahan RUU KPK tersebut," ujar Febri, Senin (16/9/2019).

Selain itu, KPK juga meminta salinan draf RUU KPK dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Presiden Joko Widodo yang dikirimkan ke DPR beberapa waktu lalu. Permintaan itu agar lembaga antirasuah dapat mempelajari lebih lanjut isi dari RUU KPK.

Menurut Febri, perlu keterlibatan banyak pihak dalam proses pembentukan UU seperti akademisi, publik dan pihak-pihak yang terdampak dari perubahan aturan tersebut. 

"Agar pembahasan tidak dilakukan terburu-buru dan terkesan dipaksakan."

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku sampai saat ini pihaknya belum menerima draf RUU KPK maupun Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Presiden Joko Widodo.

Dengan demikian, pihaknya tidak tahu lebih dalam isi dari RUU KPK yang disepakati oleh Komisi III DPR dan Pemerintah tersebut.

"Terus terang kalau ditanya isinya apa saya juga belum tahu karena kita tahunya baru dari media," ujar Agus.

Rencana revisi UU No. 30/2002 tentang KPK sebelumnya disepakati semua fraksi pada Kamis 5 September lalu sebagai RUU atas usulan inisiatif badan legislasi DPR untuk kemudian telah dibahas bersama pemerintah.

Sepekan kemudian, Presiden Joko Widodo menandatangani Surat Presiden (Surpres) ke Komisi III DPR dengan draf berisi DIM RUU KPK. Jokowi sebetulnya memiliki waktu 60 hari sesuai UU untuk memikirkan RUU KPK.

Aktivitis Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko menyatakan pemerintah dan DPR perlu terbuka soal DIM RUU KPK, mengingat hal itu termaktub pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

"Kita harapkan Jokowi buka DIM ke publik. Sebab sesuai ketentuan UU KIP, DIM adalah dokumen terbuka," katanya.

 DPR memang telah setuju untuk membahas perubahan kedua UU KPK ini dan telah dipaparkan terkait poin yang disetujui dan tak disetujui. Namun, dia menilai hal itu dinilai belum cukup.

Titik yang masih menjadi krusial dari revisi tersebut adalah DIM dari Pemerintah yang juga belum dibuka sampai saat ini. Keterbukaan dinilai penting sehingga bisa dilakukan pendalaman lebih jauh oleh publik.

"Ini sama masalahnya ketika saat Keppres Pansel Capim KPK yang hanya diumumkan di media, tapi Keppres baru diunggah setelah 90 hari," ujarnya. 

Oleh sebab itu, Wawan meminta Jokowi agar membuka DIM sepenuhnya dan membuka dialog dengan publik.

Diberitakan Bisnis, Baleg DPR mencoba mengejar RUU KPK agar dapat segera rampung sebelum periode DPR masa sekarang purna tugas pada akhir bulan ini.

"Kalau semua sigap, minggu ini bisa selesai,” kata anggota Baleg DPR Hendrawan Supratikno. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper