Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat telah menyeleksi lima pimpinan Komisi Pemberantasan baru dan juga menetapkan ketuanya, yaitu Firli Bahuri. Berbagai kalangan masyarakat menentang.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani mengatakan bahwa sejak dulu, pergantian pucuk lembaga antirasuah selalu terjadi pro dan kontra. Dinamika seperti itu selalu ada.
“Kita sikapi biasa saja, wajar saja. Itu bagian dari ekspresi demokrasi,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Baca Juga
Arsul yang juga Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjelaskan bahwa lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019—2023 telah dipilih dan akan diminta persetujuan melalui rapat paripurna siang ini.
“Maka tentu kemudian DPR akan mengirimkan surat kepada presiden agar kelima calon pimpinan itu ditetapkan dengan keppres [keputusan presiden] sebagai pimpinan KPK periode mendatang,” jelasnya.
Di sisi lain, tiga pimpinan KPK, yaitu Agus Raharjo, Saut Situmorang, dan Laode M. Syarif mundur dari jabatannya karena merasa pimpinan KPK selanjutnya bermasalah. Firli, sebagai ketua dianggap bermasalah karena mantan Deputi Penindakan KPK ini melakukan pertemuan dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang yang diduga terlibat dalam kasus divestasi saham Newmont.
Dia juga tercatat pernah menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK pada 8 Aseoran 2018. Terakhir, Firli pernah bertemu dengan petinggi partai politik didsebuah hotel pada 1 November 2018.
Meski begitu, Arsul memandang tidak boleh ada kekosongan pimpinan KPK karena dalam lembaga menjadi tanggung jawab mereka.
“Contoh misalnya soal gratifikasi. Keputusan apakah itu untuk negara atau dikembalikan bersangkutan itu kan diputuskan oleh pimpinan KPK. Kemudian juga hal-hal yang terkait dengan penyelidikan dan penyidikan tentunya. Jadi tidak boleh ada kekosongan,” ucapnya.