Bisnis.com, JAKARTA — Sepuluh Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjalani tes wawancara dengan mengkonfrontasikan aduan dari masyarakat. Fase wawancara itu dilakukan setelah melewati satu uji kelayakan dan kepatutan dengan pembuatan dan presentasi makalah.
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsuddin mengatakan bahwa catatan dari publik menjadi bagian dari bahan pertanyaan.
“Seluruh masukan pro dan kontra akan diklarifikasi dan ditanyakan kepada yang bersangkutan. Sesuai jadwal yang telah dipilih oleh mereka masing-masing,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Aziz mengiyakan bahwa para calon juga akan menandatangani kontrak politik yang ditandatangani di atas materai. Isi dalam pernyataan baginya standar, bukan sikap dukungan atau menolak revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kontrak politik itu untuk menjalankan undang-undang secara sesungguhnya. Tidak ada hal lain,” jelasnya.
Di mata anggota DPR Komisi III, terdapat sejumlah dosa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini yang tidak boleh diulang oleh para calon.
Anggota DPR dari Komisi Hukum atau Komisi III menyebutkan “dosa” pimpinan KPK periode sekarang. Salah satu yang paling disorot adalah perubahan sikap para pimpinan KPK setelah terpilih yang dianggap berbeda dengan ketika menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR.
Inilah yang mau diikat legislatif kepada pimpinan KPK baru agar tidak melakukan “dosa” yang sama demi mencari dukungan publik. Caranya dengan membuat kontrak politik.