Bisnis.com, JAKARTA -- Perusahaan e-commerce terbesar di China, Alibaba Group Holding Ltd. dikabarkan telah menunda rencana listing di bursa Hong Kong senilai US$15 miliar di tengah meningkatnya keresahan politik di pusat keuangan Asia tersebut.
Dua orang sumber menyampaikan, rencana listing Alibaba di Hong Kong diawasi dengan ketat oleh komunitas keuangan untuk indikasi tentang lingkungan bisnis di wilayah yang dikuasai China.
"Sementara ini tidak ada jadwal baru yang ditetapkan secara resmi, tetapi Alibaba kemungkinan dapat melakukan kesepakatan di Hong Kong pada awal Oktober ketika ketegangan politik mereda dan kondisi pasar kembali membaik," ujar salah satu sumber, seperti dikutip melalui Reuters, Rabu (21/8/2019).
Menurut sumber lain, keputusan untuk menunda rencana listing, yang awalnya ditetapkan akan dilaksanakan pada akhir Agustus, disampaikan pada rapat dewan sebelum rilis pendapatan terbaru Alibaba pekan lalu.
Penundaan ini disebabkan oleh kurangnya stabilitas keuangan dan politik di Hong Kong saat demonstrasi pro-demokrasi yang berubah menjadi lebih agresif telah berlangsung selama lebih dari 11 pekan dan menjerumuskan kota ke dalam kekacauan.
Diikuti dengan penutupan bandara yang belum pernah terjadi sebelumnya pada pekan lalu, pasar saham Hong Kong jatuh ke posisi terendah sejak 7 bulan terakhir.
"Akan sangat tidak bijaksana untuk meluncurkan kesepakatan sekarang atau dalam waktu dekat. [Listing dengan nilai besar] pasti akan mengganggu Beijing, [di mana Alibaba] menawarkan Hong Kong hadiah besar mengingat apa yang sedang terjadi di kota itu," tambah sumber tersebut.
Berdasarkan laporan Reuters, kedua sumber tersebut menolak untuk diidentifikasi karena mereka tidak berwenang untuk berbicara kepada media.
Sementara itu, Alibaba menolak mengomentari rencana listing di Hong Kong.
Kesepakatan yang berpotensi menjadi kesepakatan ekuitas terbesar dunia tahun ini dan penjualan saham tindak lanjut (follow-on share sale) terbesar dalam 7 tahun terakhir, akan memberi Alibaba 'amunisi' untuk terus berinvestasi dalam sektor teknologi.
Menurut sumber yang sama, perusahaan ini, bagaimanapun, memandang strategi sebagai cara untuk mendiversifikasi aksesnya ke pasar modal, tetapi bukan sebagai inti dari bisnisnya. Alibaba tidak melihat penundaan ini sebagai sebuah kerugian.
Di sisi lain, listing oleh Alibaba adalah kesempatan besar bagi bursa saham Hong Kong, yang tertinggal dari saingan-saingannya di New York dalam pertempuran tahunan untuk menjadi tempat listing global terkemuka.
Bulan lalu, Anheuser-Busch InBev membatalkan rencana IPO Hong Kong senilai US$9,8 miliar untuk unit Asia Pasifiknya.
Kota ini melonggarkan peraturannya tahun lalu khusus untuk memikat raksasa teknologi China yang terdaftar di luar negeri untuk melakukan lisiting lebih dekat dari pusatnya di mainland China.
Alibaba akan menjadi yang pertama untuk menguji sistem baru itu.
Ketika ditanya pekan lalu tentang apakah kekacauan Hong Kong akan memengaruhi listing Alibaba, Direktur Bursa Hong Kong Charles Li berusaha menghindar karena memang secara teknis rencana tersebut masih dirahasiakan.
“Saya yakin bahwa perusahaan seperti itu pada akhirnya akan menemukan rumahnya di sini, karena ini adalah rumah dan saya pikir mereka akan datang. Tapi saya tidak tahu kapan," ungkapnya.