Bisnis.com, JAKARTA - Rencana menghidupkan kembali garis besar haluan negara atau GBHN tidak sejalan dengan semangat pemilihan presiden dan wakil secara langsung.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan dalam kontestasi pemilihan presiden secara langsung, maka esensi pilihan masyarakat atas satu calon dibandingkan calon presiden lainnya terletak pada janji kampanye dan bagaimana akan merealisasikannya.
"Kalau GBHN itu dimunculkan kembali maka efeknya adalah pemilihan presiden itu tidak bisa lagi [calon] berkampanye menyampaikan visi masing masing. Apa yang dikampanyekan? [Karena target pekerjaan telah ditetapkan dalam GBHN], karena itu rakyat itu tidak bisa memilih lagi [calon presiden seperti] apa yang dia mau," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Selasa (20/8/2019).
Meski begitu, Jusuf Kalla menyerahkan keputusan akhir soal keberadaan GBHN ini kepada anggota MPR. Ia menyebutkan prinsip dasar Undang-undang Dasar adalah dapat direvisi sesuai kebutuhan zaman. Indonesia sendiri telah mengubah undang-undang dasar ini sebanyak empat kali.
"Jadi undang-undang dasar dimanapun itu namanya living constitution. Dapat diamandemen. Yang tidak boleh diamandemen mukadimahnya, karena di situ ada dasar dan tujuan negara yang tidak berubah," katanya.
Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah merampungkan rumusan haluan negara yang dicanangkan untuk dihidupkan lagi.
Draf susunan MPR itu berjudul "Pokok-pokok Haluan Negara" dengan tebal 140 halaman. Dokumen itu terdiri dari tujuh bab antara lain berisi arah kebijakan pembangunan 2020-2045 dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, hukum, pertahanan serta keamanan.
MPR mencanangkan rumusan ini menjadi GBHN. Sebelumnya GBHN dihapus pada 2002 seiring dengan amandemen keempat Undang-undang Dasar 1945.
Dalam pengantarnya, disebutkan bahwa tidak adanya GBHN telah mengakibatkan tidak adanya lagi rencana pembangunan jangka panjang pada masa yang akan datang. Disebutkan juga bahwa pemilihan secara langsung telah memberikan keleluasaan bagi calon presiden dan wakil presiden untuk menyampaikan visi, misi, dan program pada saat berkampanye.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan dalam kontestasi pemilihan presiden secara langsung, maka esensi pilihan masyarakat atas satu calon dibandingkan calon presiden lainnya terletak pada janji kampanye dan bagaimana akan merealisasikannya.
"Kalau GBHN itu dimunculkan kembali maka efeknya adalah pemilihan presiden itu tidak bisa lagi [calon] berkampanye menyampaikan visi masing masing. Apa yang dikampanyekan? [Karena target pekerjaan telah ditetapkan dalam GBHN], karena itu rakyat itu tidak bisa memilih lagi [calon presiden seperti] apa yang dia mau," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Selasa (20/8/2019).
Meski begitu, Jusuf Kalla menyerahkan keputusan akhir soal keberadaan GBHN ini kepada anggota MPR. Ia menyebutkan prinsip dasar Undang-undang Dasar adalah dapat direvisi sesuai kebutuhan zaman. Indonesia sendiri telah mengubah undang-undang dasar ini sebanyak empat kali.
"Jadi undang-undang dasar dimanapun itu namanya living constitution. Dapat diamandemen. Yang tidak boleh diamandemen mukadimahnya, karena di situ ada dasar dan tujuan negara yang tidak berubah," katanya.
Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah merampungkan rumusan haluan negara yang dicanangkan untuk dihidupkan lagi.
Draf susunan MPR itu berjudul "Pokok-pokok Haluan Negara" dengan tebal 140 halaman. Dokumen itu terdiri dari tujuh bab antara lain berisi arah kebijakan pembangunan 2020-2045 dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, hukum, pertahanan serta keamanan.
MPR mencanangkan rumusan ini menjadi GBHN. Sebelumnya GBHN dihapus pada 2002 seiring dengan amandemen keempat Undang-undang Dasar 1945.
Dalam pengantarnya, disebutkan bahwa tidak adanya GBHN telah mengakibatkan tidak adanya lagi rencana pembangunan jangka panjang pada masa yang akan datang. Disebutkan juga bahwa pemilihan secara langsung telah memberikan keleluasaan bagi calon presiden dan wakil presiden untuk menyampaikan visi, misi, dan program pada saat berkampanye.