Bisnis.com, JAKARTA - Draf Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU Kamtansiber) dianggap memiliki arah yang tidak jelas dan bertentangan dengan kaidah-kaidah internasional.
Pendapat itu dikemukakan Ketua Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI) M Nuh. Menurutnya, ketidakjelasan terlihat karena rancangan beleid itu tak menjelaskan ranah keamanan dan ketahanan siber di sebelah mana yang akan diatur di UU Kamtansiber.
“RUU Kamtansiber dia mau masuk ke pra incident kah, dia mau masuk during incident kah, atau dia mau masuk post incident kah? Ini yang saya sudah baca tidak ada statement ekspilisit dia mau masuk ke mana,” ujar Nuh kepada wartawan, Selasa (13/8/2019).
Nuh menganggap penanganan berbagai masalah di bidang siber harusnya dilakukan dengan pembagian yang jelas. Penanganan bermacam problem terkait keamanan dan ketahanan siber selama ini menurutnya juga sudah berpedoman pada standar internasional.
Contohnya, untuk penanganan pasca-kejadian terdapat standar ISO 27035 tentang Security Incident Management. Standar itu mengatur penanganan persoalan siber pasca-insiden.
Ketidakjelasan RUU Kamtansiber, menurut Nuh, terlihat dari muatan Pasal 3. Dia juga memberi catatan terhadap isi Pasal 10 ayat (2) rancangan beleid yang sama.
Baca Juga
"Pasal 10 ayat (2) tentang infrastruktur siber nasional, disebutkan ada empat hal tapi tidak ada yang mengenai infrastruktur jaringan sistem elektronik. Padahal kalau kita ngomong siber itu jaringan,” katanya.
Nuh juga melihat pasal mengenai mitigasi risiko terkait kamtansiber masih mengambang. Alasannya, RUU Kamtansiber membagi motivasi risiko menjadi dua yakni motivasi khusus dan assessment.
Terakhir, dia merasa heran dengan adanya frasa ‘Ketahanan’ di RUU ini. Menurut Nur tidak ada istilah atau rujukan yang menyatakan Keamanan dan Ketahanan Siber.
“Judul awal hanya keamanan siber, saya tidak tahu kenapa ada ketahanan. Kalu kita mengacu pada literatur internasional yang ada hanya satu kata, cyber security,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza berharap DPR tidak terburu-buru mengesahkan RUU Kamtansiber.
“Kita berharap RUU ini jangan terlalu tergesa-gesa untuk di ketok palu,” kata Jamalul.