Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Ketua DPR Setya Novanto membantah berita acara pemeriksaan (BAP) sendiri saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir terkait dugaan suap proyek PLTU MT Riau-1, di Pengadilan Tipikor, Senin (12/8/2019).
Mulanya, Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi ulang BAP Novanto soal mempertemukan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) Johannes Budisutrisno Kotjo dengan Sofyan Basir.
Hanya saja, Novanto membantah pernah mempertemukan keduanya dan membantah BAP miliknya saat diperiksa menjadi saksi oleh KPK.
"Enggak pernah [mempertemukan]," kata Novanto membantah.
Jaksa KPK lantas membaca BAP Novanto yang menyatakan bahwa Novanto akhirnya memperkenalkan Johannes Kotjo kepada Dirut PLN Sofyan Basir di ruangan kerjanya di Gedung Nusantara DPR.
"Oh, enggak pernah, enggak pernah saya buat BAP demikian," ujar Novanto.
"Artinya keterangan ini enggak tepat?" tanya jaksa ke Novanto.
"Tidak tepat," jawab terpidana kasus proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) itu.
Jaksa kembali mengonfirmasi kepada Novanto apakah memperkenalkan Kotjo secara langsung kepada Sofyan Basir atau tidak.
"Tidak pernah sekalipun. Bisa ditanyakan langsung ke beliau," tutur Novanto.
Namun demikian, Novanto mengaku pernah bertemu dengan Sofyan Basir pada medio 2016 silam di Istana Negara dan berlanjut di rumah Novanto di tahun yang sama.
Dia juga mengaku pernah bertemu dengan Kotjo di ruang kerjanya di ruangan kerja Ketua Fraksi Golkar Gedung Nusantara DPR. Dalam pertemuan itu, Novanto mengaku bahwa Kotjo tengah menyasar proyek di PLN. Kotjo juga bertanya apakah dirinya kenal dengan Dirut PLN.
"Jadi dia [Kotjo] tanya ke saya 'apakah kenal sama Dirut PLN?', saya bilang 'Ya, saya kenal beberapa Dirut kenal, di antaranya adalah ini [Sofyan Basir]'," kata Novanto menirukan percakapan dengan Kotjo saat itu.
Kemudian, Novanto mengaku bahwa Kotjo bertanya bagaimana agar bisa bertemu dengan Sofyan Basir.
"Saya bilang gini saja 'Tjo, buat surat saja kepada PLN nanti biasanya ditanggapi'," kata Novanto melanjutkan percakapan.
Namun demikian, Novanto mengaku tak ada pembicaraan soal proyek PLTU MT Riau-1 yang diketahui kemudian menjadi sasaran proyek Johannes Kotjo.
Nama Novanto sendiri muncul dalam dakwaan Sofyan Basir setidaknya lebih dari sepuluh kali. Kaitannya dengan Sofyan adalah termasuk soal sejumlah pertemuan dan pengawalan proyek PLTU MT Riau-1.
Pertemuan antara Novanto, Sofyan, mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan mantan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso digelar di rumah Novanto pada medio 2016.
Dalam pertemuan itu, Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan untuk diberikan kepada Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.
Hanya saja, Sofyan ketika itu menjawab bahwa PLTGU Jawa III sudah ada kandidat calon perusahaan yang akan mendapatkan proyek dan malah mengarahkan Novanto untuk mencari proyek pembangkit listrik lainnya.
Pada kasus ini pula, Novanto yang mengenalkan Kotjo dengan Eni dan meminta agar Eni mengawal proyek PLTU MT Riau-1 yang tengah dibidik Kotjo. Dalam prosesnya, terjadi sejumlah pertemuan antara Kotjo, Eni dan direksi PLN guna membahas proyek tersebut.
Peran Novanto, yang menjembatani kepentingan Kotjo tersebut nantinya akan diguyur imbalan US$6 juta atau sebesar 24% dari 2,5% fee Kotjo sebesar US$25 juta dari nilai proyek US$900 juta.
Dalam kasus ini, Eni Saragih dan Kotjo sudah lebih dulu divonis bersalah. Eni terbukti menerima suap senilai Rp4,75 miliar dari Kotjo.
Sementara Sofyan Basir didakwa telah melakukan pemufakatan jahat dengan memfasilitasi pertemuan antara Eni Saragih, eks-Sekjen Golkar Idrus Marham dan Johannes B. Kotjo dengan jajaran direksi PLN.
Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses kesepakatan Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT PJB Investasi (PJBI), BNR, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).
Padahal, Sofyan Basir mengetahui bahwa Eni Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Johannes Kotjo atas proyek tersebut.
Dalam dakwaan, Sofyan juga memerintahkan mantan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso untuk senantiasa mengawasi proses kontrak proyek PLTU MT Riau-1, menyusul permintaan Eni Saragih kepada keduanya agar Johannes Kotjo bisa segera mendapatkan proyek PLTU MT Riau-1 tersebut.