Bisnis.com, JAKARTA – Menurut proyeksi PBB pada tahun 2053, tidak sampai empat dekade dari sekarang, bumi akan dihuni lebih dari 9 miliar penduduk berkat membaiknya pelayanan kesehatan, pemberantasan penyakit, dan perkembangan ekonomi.
Secara khusus Divisi Kependudukan PBB telah menerbitkan sebuah laporan (13 Maret 2007) yang menyatakan bahwa populasi dunia mungkin akan bertambah sebanyak 2,7 miliar selama 43 tahun mendatang (sejak laporan itu dirilis), naik dari 6,7 miliar (2008) menjadi 9,2 miliar pada tahun 2050.
Pertambahan ini setara dengan angka total populasi dunia pada 1950, dan itu sebagian besar akan diserap oleh kawasan-kawasan bukan negara maju, dengan populasi diproyeksikan meningkat dari 5,4 miliar pada tahun 2007 menjadi 7,9 miliar pada tahun 2050.
Sebaliknya populasi di negara-negara maju diperkirakan hampir tidak berubah pada angka 1,2 mikiar, dan akan menurun andai tidak dihitung dengan proyeksi migrasi neto dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju, yang diharapkan mempunyai rata-rata 2,3 juta orang per tahun.
Demikian PBB mengingatkan. "Maka jika menurut Anda dunia sekarang sudah terasa sesak, tunggu beberapa dasawarsa lagi," ujar Thomas L. Friedman dalam bukunya yang terkenal, Hot, Flat, and Crowded: Why We Need Green Revolution (2008).
Ini buku 'nakal' sekaligus 'kocak' yang rasanya masih kuat dan relevan untuk meneropong kondisi dunia saat ini yang terbukti makin sesak, dan bagaimana pula wajahnya dalam beberapa dekade mendatang ketika negara-negara di dunia ini belum solid dalam menerapkan revolusi hijau.
Kita, pemerintah, dan Indonesia bisa memetik pelajaran untuk menyiapkan strategi yang jitu dalam menghadapi berbagai implikasi yang disebut Friedman sebagai 'panas, rata, dan penuh sesak'.
Ada yang menarik juga soal ekses dari ledakan penduduk dunia ini. Mengetahui bahwa pertumbuhan ini berlangsung ini begitu cepat, begitu dahsyat, badan intelijen AS, CIA juga ikut meresponnya dengan serius.
Ketika masih menjadi orang nomor satu di lembaga tersebut, Michael V. Hayden mengatakan bahwa para analisnya saat itu yakin bahwa kecenderungan yang paling mencemaskan dunia bukan terorisme melainkan demografi.
"Hari ini ada 6,7 miliar penduduk yang sama-sama menghuni planet ini. Pada pertengahan abad kendatang, taksiran terbaik untuk populasi dunia adalah lebih dari 9 miliar," ujar Hayden dalam ceramahnya di Kansas State University pada 30 April 2098.
Menurut dia, itu sama dengan kenaikan 40% hingga 45%, sebuah angka yang mengejutkan. Namun sebagian besar pertumbuhan itu hampir pasti terjadi di negara-negara yang paling tidak mampu menanggungnya. "Dan itu akan menciptakan sebuah situasi yang mungkin memicu instabilitas dan ekstrimisme. Tidak hanya di kawasan itu tetapi sampai ke luar."
Masuk akal analis ini. Apabila kebebasan dan kebutuhan mendasar mereka seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan tidak terpenuhi maka populasi yang terhimpit masalah ini dapat dengan mudah tergelincir untuk melibatkan diri dalam tindak kejahatan, kerusuhan sosial, dan berbagai bentuk ekstrimisme lainnya.
Kita harus tetap optimis asalkan jangan bertele-tele, buang-buang waktu, apalagi menyepelekan masalah soal ancaman 'bom atom demografi' ini.
Apa yang menjadi kecemasan Thoraya Ahmed Obaid, Direktur Eksekutif Dana Kependudukan PBB lebih dari satu dekade lalu hendaknya menjadi pendorong bagi terbentuknya kerja sama global yang solid dan bervisi jangka panjang dalam mengatasi dunia yang panas, rata, dan penuh sesak ini.
Waktu bergulir begitu cepat. Pada tahun 1800 London adalah kota terbesar di dunia berpenduduk sekitar 1 juta orang. Nah pada 1960 ada lebih 111 kota besar yang berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa. Pada 1995 angka itu menjadi 280. Sampai 2008 saja angka itu menjadi lebih dari 300 berdasarkan statistik Dana Kependudukan PBB.
Jumlah megacity (kota berpenduduk 10 juta jiwa atau lebih) di dunia naik dari 5 pada 1975 menjadi 14 pada 1995 dan diperkirakan mencapai 26 buah pada 2015. Sekarang? Sudah pasti jumlahnya melesat lagi.
"Tak perlu dikatakan, populasi yang meledak ini dengan cepat menjadi beban berat bagi infrastruktur di semua megacity tadi, selain mempercepat habisnya lahan subur, penggundulan hutan, penangkapan ikan berlebihan, kelangkaan air serta pencemaran udara dan air," kata Friedman.
Bukankah tanda-tanda itu kian mengemuka. Sudah berapa jauh kita mampu mengatasinya dengan solusi yang tidak menimbulkan masalah baru?