Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo menyatakan pekerjaan dan tantangan sebagai Presiden dalam periode 2019 - 2024 akan lebih berat.
Jokowi menyebut sejumlah contoh yaitu isu toleransi dan radikalisme yang menjadi ancaman dan tantangan bagi Indonesia, selain isu ekonomi global yang sedang melambat dan perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok.
“Kita harus siap terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak populer sekalipun tetapi itu penting untuk rakyat,” kata Presiden saat memberikan sambutan pada Pembukaan Kongres V PDI Perjuangan, di Ruang Agung, Inna Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Bali, Kamis (8/8/2019) seperti dikutip dari keterangan tertulis yang dirilis dalam laman Sekretariat Kabinet.
Presiden yang mengenakan busana adat Bali tersebut memberikan contoh saat pemerintah memangkas subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) pada 2014. Meskipun kebijakan tersebut sangat tidak populer, Presiden menyatakan 70% subsidi BBM itu justru dinikmati oleh kelompok menengah dan kelompok atas.
Oleh karena itu, Kepala Negara menyampaikan bahwa pemerintah memangkas alokasi anggaran subsidi itu. Setelah itu, anggarannya dialokasikan hampir 40% untuk masyarakat yang belum sejahtera melalui sejumlah program seperti PKH (Program Keluarga Harapan), Rastra (Beras Sejahtera), Dana Desa dan lain-lainnya.
Tantangan lainnya, sambung Jokowi, adalah pemerintah butuh mempercepat investasi untuk membuka peluang lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Kendati demikian, lanjut Presiden, kebijakan itu terkendala banyak hal seperti aturan regulasi ketenagakerjaan yang dianggap tidak ramah terhadap investasi. Hal ini, menurut Presiden, berdampak terhadap lapangan pekerjaan yang tidak tumbuh dengan cepat.
“Ada problem di situ. Padahal pembukaan lapangan kerja sangat diperlukan. Oleh karena itu, kita harus berani memperbaiki diri secara total, memperbaiki iklim investasi, memperkuat daya saing kita dan menggairahkan ekonomi kita agar kita mampu membuka lapangan kerja, peluang kerja yang sebanyak-banyaknya,” tutur Presiden.
Di samping itu, Kepala Negara juga menunjuk contoh keberhasilan Uni Emirat Arab (UEA) melakukan lompatan kemajuan hanya dalam waktu 40 tahun. Dari perbincangannya dengan Mohammed bin Zayed, putra mahkota kerajaan negara itu saat berkunjung ke Abu Dhabi 4 tahun lalu, kunci kemajuan itu ada di pembangunan sumber daya manusia yang konsisten.
Jokowi menyatakan perusahaan-perusahaan besar, termasuk BUMN, di UEA mempekerjakan manajemen dari luar negeri. Jokowi menyatakan pemimpin atau direktur utama perusahaan-perusahaan besar UEA merupakan orang asing. Sementara itu, warga UEA menjadi wakil sembari disekolahkan ke luar negeri. Pada 10-15 tahun kemudian, mereka kemudian menjadi direktur utama.
Oleh sebab itu, Jokowi menyatakan fokus pemerintah dalam 5 tahun mendatang adalah pembangunan sumber daya manusia (SDM) setelah 5 tahun sebelumnya berfokus pada infrastruktur.
“Kejayaan minyak dan kayu sudah selesai, kejayaan komoditi-komoditi sumber daya alam juga sudah hampir selesai. Fondasi kita ke depan, percayalah, sumber daya manusia, SDM kita yang berkualitas, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” ucap Presiden seraya menambahkan, kualitas SDM itu harus dibangun mulai dibangun sejak di dalam kandungan.
Oleh karena itu, lanjut Presiden, tidak boleh ada lagi yang namanya stunting (kekerdilan) di Indonesia. Menurutnya, kesehatan ibu dan anak menjadi sebuah kunci, terutama sampai umur 7-8 tahun atau umur emas.
“Kita harus meningkatkan kualitas pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Bukan hanya membuat generasi muda kita menjadi pintar dan mampu berkarya, tetapi juga jangan lupa mencetak generasi yang pancasilais, yang toleran, yang kokoh bergotong-royong,” tegas Presiden.