Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan Undang Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber dinilai berpotensi menimbulkan disharmonisasi antar lembaga negara.
Potensi itu muncul sebab draf RUU Keamanan dan Ketahanan Siber belum mengatur jelas kewenangan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) untuk melakukan tugas-tugasnya termasuk penyadapan.
Pengaturan jelas diperlukan karena kewenangan BSSN selama ini sudah dimiliki lembaga lain seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan.
"RUU Keamanan dan Ketahanan Siber memiliki potensi menimbulkan disharmonisasi hubungan antar lembaga. Agar itu dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang selama ini memang sudah mempunyai kewenangan untuk melakukan itu,” kata Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Soedirman, Muhammad Fauzan kepada wartawan, Senin (5/8/2019).
Menurut Fauzan, ada sejumlah kekurangan dan penjelasan yang harus timbul dari draf RUU Keamanan dan Ketahanan Siber versi terkini. Draf RUU itu dianggap banyak bersinggungan dengan ruang gerak kementerian dan lembaga yang sudah ada.
Salah satu contohnya, menurut Fauzan, adalah aturan mengenai penilaian konten. Selama ini penilaian konten merupakan ranah kerja Kemenkominfo. Draf RUU Keamanan dan Ketahanan Siber juga menyebut agar aturan-aturan yang bertabrakan dari beleid lain disesuaikan.
“Bagaimana, masa UU sudah eksisting berlaku disuruh mengacu pada RUU. Nah ini kan dasar argumentasinya nggak pas,” ujarnya.
Fauzan lantas mendesak pembahasan dan pengesahan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber ditunda. Ia menilai perlu ada pendalaman kembali terhadap draft RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang merupakan insiatif DPR.