Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berpendapat masyarakat lebih menghendaki Prabowo Subianto mengambil posisi memimpin oposisi di parlemen.
"Rakyat seperti kita-kita ini lebih suka Pak Prabowo memimpin oposisi di parlemen," kata Mahfud di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Senin(15/7/2019).
Masyarakat, kata Mahfud, ingin meihat Prabowo menjadi penyeimbang pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi.
Mahfud mengandaikan oposisi 36 persen apabila empat partai yakni Partai Gerindra, PKS, dan PAN bergabung sudah cukup lumayan untuk mengimbangi kubu pemerintah. Namun demikian, saat ini hanya PKS yang secara jelas menyatakan belum bersedia bergabung dengan pemerintah padahal kekuatannya hanya 8 persen di parlemen.
"PKS itu hanya 8 persen berarti nanti kekuatannya 92 persen lawan 8 persen, tidak imbang, tidak sehat bagi kehidupan demokrasi konstitusional kita," kata dia.
Menurut Mahfud, Presiden terpilih Jokowi melalui pidatonya telah membuka opsi agar muncul oposisi sebagai kekuatan kontrol di DPR yang bisa dilakukan oleh Prabowo atau partai-partai lain.
Baca Juga
Jokowi berharap agar terwujud oposisi yang terhormat karena oposisi itu merupakan peran yang mulia.
Meski demikian, Mahfud MD mengatakan tidak ada larangan jika pada akhirnya kubu Prabowo mengambil keputusan bergabung dengan pemerintah.
"Di samping artinya yang mulia untuk melaksanakan tugas negara, ada arti yang tidak mulia yakni politik itu adalah proses perburuan kekuasaan, ya silakan saja kalau mau mengambil politik dalam arti yang begitu. Tetapi, politik sebagai tugas konstitusional itu harusnya berbagi tugas," kata dia.
Menurut dia, Presiden terpilih Jokowi melalui pidatonya telah membuka opsi agar muncul oposisi sebagai kekuatan kontrol di DPR yang bisa dilakukan oleh Prabowo atau partai-partai lain. Namun, Jokowi berharap agar terwujud oposisi yang terhormat karena oposisi itu merupakan peran yang mulia.
Meski demikian, Mahfud MD mengatakan tidak ada larangan jika pada akhirnya kubu Prabowo mengambil keputusan bergabung dengan pemerintah.
"Di samping artinya yang mulia untuk melaksanakan tugas negara, ada arti yang tidak mulia yakni politik itu adalah proses perburuan kekuasaan, ya silakan saja kalau mau mengambil politik dalam arti yang begitu. Tetapi politik sebagai tugas konstitusional itu harusnya berbagi tugas," kata dia.