Bisnis.com, JAKARTA—Meski puncak musim kemarau diprediksi pada Agustus, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperingatkan potensi kekeringan bisa terjadi hingga akhir tahun ini.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memprediksi puncak musim kemarau terjadi pada Agustus-September mulai dari Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua bagian selatan. Lalu, masuk Oktober, angin kering akan berjalan menyebrangi Khatulistiwa sehingga akan terjadi kekeringan di Kalimantan Utara.
“Nah kenapa perlu diantisipasi, justru itu tidak seragam [potensi kekeringan] dan mumpung ini masih awal Juli, jadi kan perlu ada antisipasi. Karena nanti ketersediaan air akan mengalami defisit terutama di sepanjang Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Timur, sampai Papua itu akan defisit air juga, kering. Selain itu juga potensi terjadinya Karhutla [kebakaran hutan dan lahan]. Masih potensi ya,” katanya di Kantor Presiden, Senin (15/7/2019).
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), desa yang mengalami kekeringan mencapai 1.963, 556 kecamatan, dan 79 kabupaten yang berada di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur per 15 Juli 2019.
Kepala BNPB Doni Monardo menambahkan pihaknya sudah menerima permohonan dari beberapa kepala daerah untuk melakukan hujan buatan. “Adapun daerah yang mungkin msh bisa dilaksanakan teknologi modifikasi cuaca, ini juga tergantung dari keadaan awan sehingga apabila awannya masih tersedia sangat mungkin hujan buatan masih bisa dilakukan,” ujarnya.
Tak hanya itu, dia sempat melapor kepada Presiden Joko Widodo tentang perlunya penyiapan bibit pohon agar masyarakat bisa menjaga lingkungan sekaligus meningkatkan ketersediaan air. “Dari beberapa pengalaman yang ada, jenis pohon tertentu itu memiliki kemampuan menyimpan air, antara lain adalah sukun,” tambahnya.