Bisnis.com, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Eddy O.S. Hiariej berpendapat pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno seharusnya meminta mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY bersaksi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019.
Pasalnya, kata Eddy, Prabowo-Sandi mengutip pernyataan SBY mengenai indikasi ketidaknetralan aparat Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, dan TNI. Namun, pemohon hanya meminta kepada MK untuk menjadikan komentar SBY tersebut sebagai bukti petunjuk untuk mengabulkan dalil permohonan.
“Dalam rangka mencari kebenaran materiil, kuasa hukum harus bisa menghadirkan SBY di MK sebagai saksi. Siapa oknum BIN, TNI, Polri dan apa bentuk ketidaknetralannya? Dari keterangan SBY barulah hakim konstitusi menemukan petunjuk,” katanya saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang di Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Eddy menjelaskan bahwa bukti petunjuk merupakan terminologi dalam sistem peradilan pidana sebagaimana termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tak seperti alat bukti surat dan keterangan saksi, dia mengatakan bukti petunjuk bukan dimiliki oleh terdakwa atau pengacara.
“Bukti petunjuk murni kepunyaan hakim. Ini merupakan petunjuk atas alat bukti dari keterangan saksi dan surat,” ujarnya.
Selain dalam perkara pidana, Eddy menjabarkan bahwa hakim konstitusi di MK juga dapat menemukan bukti petunjuk. Pasalnya, hakim tidak hanya mencari kebenaran formil, tetapi juga kebenaran materiil seperti dalam perkara perselisihan hasil pemilu.
Baca Juga
“MK memutuskan berdasarkan dua alat bukti plus keyakinan hakim,” ujarnya.
Eddy merupakan ahli yang didatangkan pihak terkait pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam sidang pemeriksaan perkara sengketa hasil Pilpres 2019. Pria asal Kota Ambon itu memberikan keterangan setelah dua saksi yakni Chandra Irawan dan Anas Asikin.
Sidang pemeriksaan Perkara No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019 hari ini adalah kali ketiga untuk memeriksa saksi dan ahli pihak-pihak yang berperkara. Pemohon Prabowo-Sandi mendapatkan kesempatan perdana pada Rabu (19/6/2019) dengan mengajukan 14 saksi dan dua ahli, dilanjutkan termohon KPU pada Kamis (20/6/2019) yang hanya mengajukan satu ahli.