Bisnis.com, JAKARTA--Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) banyak menuai protes dari netizen.
Protes-protes yang dilayangkan nampak memenuhi kolom-kolom komentar Instagram Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan akun resmi Instagram Mendikbud Muhadjir Effendy.
Netizen menilai penerapan sistem zonasi kurang tepat dan banyak merugikan siswa berprestasi. Beberapa mengeluhkan hasil nilai Ujian Nasional yang telah diperjuangkan dengan maksimal menjadi sia-sia karena tidak bisa digunakan untuk masuk ke sekolah yang diinginkan.
"Pak, tolong sistem zonasi dihapuskan. Buat apa kami UN kalo hasilnya tidak diperhitungkan. Apa nggak sakit hati itu pak, udah capek-capek belajar 3 tahun tapi nilai tidak digunakan sama sekali, kalau mau pake sistem zonasi itu buat angkatan taun depan aja pak. Sekalian dihapus aja UN-nya biar pada nggak sakit hati kayak angkatan kita," tulis sebuah akun pada kolom komentar unggahan Instagram Mendikbud.
Akun @maghrobi***** mengeluhkan tidak bisa masuk SMA negeri karena jarak tempat tinggalnya yang jauh, padahal nilai ujiannya cukup bagus dan merasa kalah dengan siswa yang nilai UN-nya jauh lebih rendah.
Ada juga mengkritik sistem zonasi belum tepat lantaran sejumlah sekolah belum merata kualitasnya maupun sarana prasaranannya. Akun @_shafi**** mengaku khawatir bila tidak diterima di sekolah favorit, ia akan kesulitan masuk ke perguruan tinggi negeri.
"Niatnya biar nggak ada sekolah favorit,tapi fasilitas sekolah dan tenaga pengajar belum disamaratakan, akreditasi sekolah negeri juga belum semuanya A. Sementara PTN masih sangat mempertimbangkan akreditasi sekolah," katanya.
Adapun pada tahun ini, PPDB dilaksanakan melalui tiga jalur, yakni jalur zonasi dengan kuota minimal 90%, jalur prestasi dengan kuota maksimal 5%, dan jalur perpindahan orangtua dengan kuota maksimal 5%.
Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy menuturkan bahwa manfaat pendekatan zonasi ini adalah untuk mengubah pengidentifikasian masalah pendidikan dari gambaran makro menjadi mikro atau per zona. Sehingga penyelesaian masalah pendidikan, seperti penerimaan peserta didik baru, sebaran guru, ketersediaan sarana dan prasarana, dan sebaran siswa dapat dilakukan berbasis zona.